Sejumlah anggota dari kelompok laki-laki yang dianggap Kepolisian New South Wales (NSW) sebagai kelompok yang mampu melukai warga umum atas nama ISIS, telah berusaha untuk merekrut seorang anak laki-laki berusia 14 tahun.

Rumah anak itu digeledah sebagai bagian dari Operasi Appleby, yang dimulai dengan serangan pada bulan September tahun lalu.

BACA JUGA: Pasien Terdampak Alkohol Lebih Merepotkan di UGD

Sebuah ponsel ditemukan termasuk gambar dari anak laki-laki yang tengah memegang senjata api. Ia mengaku bersalah atas tuduhan senjata api pada bulan Agustus tahun ini.

Kelompok 19 laki-laki itu telah diidentifikasi pada bulan Maret tahun ini sebagai ‘kelompok yang erat’.

BACA JUGA: Di Pulau Ini Kambing Justru Menjadi Hama


Jalaal Suleman, 19 tahun, salah satu subyek pengawasan.

Mereka dinilai sangat mendukung "ideologi dan kegiatan" ISIS, serta "mau dan mampu melakukan aksi terorisme".

BACA JUGA: Gereja Katolik Australia Terbitkan Pedoman Penanganan Kasus Pelecehan Seksual

Seorang anggota dari kelompok itu juga telah berkampanye secara online tentang operasi "mati syahid" di Australia.

Polisi memonitor secara aktif

Jalaal Suleman, 19 tahun, adalah salah satu dari orang-orang yang dipercaya polisi federal Australia sebagai mereka yang "bersedia dan mampu untuk melakukan aksi terorisme".

Tujuh dari anggota "Kelompok Appleby" sekarang berada di penjara, tengah dihukum atau menunggu sidang dengan dakwaan terorisme atau tuduhan terkait. Enam dari tujuh orang berada di penjara Supermax, Goulburn.

Tapi tidak dengan Jalaal Suleman. Ia baru-baru ini berada di tengah masyarakat dengan dua anggota kelompok Appleby, menghadiri konferensi tentang bagaimana Muslim dikorbankan oleh kelompok Islam garis keras Hizbut Tahrir.

Dua bulan sebelumnya, Jalaal adalah mengunggah secara online tentang rencana kekerasan.

Dalam sebuah jawaban atas pertanyaan yang diunggahnya di media sosial ‘ask.fm’, ia menulis: "operasi ishtishadi akan menjadi tren baru di sini", sembari menggunakan kata dalam bahasa Arab untuk menggambarkan serangan syahid.

Dalam unggahan lainnya, ia berpesan lebih jauh: "Operasi syahid adalah jawabannya", tulisnya. "Akan segera datang, hari ketika mata mereka menatap ngeri."

Deklarasi mengkhawatirkan seperti itu telah dimonitor secara aktif dan diselidiki oleh polisi.

"Ketika mengarah ke 'sekarang saya akan melakukan sesuatu yang bersifat kekerasan', memobilisasi kekerasan, kami ingin mencoba masuk dan menghentikan hal itu", kata Wakil Komisaris Polisi NSW, Catherine Burn.

Keraguan akan manfaat program

Konsultan kontra-terorisme, Shandon Harris-Hogan, mengatakan, upaya melawan ekstremisme kekerasan (CVE) di Australia sebagian besar telah kehilangan jejak.

Ia telah menjadi bagian dari sebuah tim yang mewawancarai lebih dari 50 ekstrimis kekerasan di Australia dan luar negeri.

"Kami belum berinvestasi dari waktu ke waktu ... terlibat dengan individu yang aktif meradikalisasi,” ujar Shandon.

Ia menerangkan, "Apa yang kami tahu ketika kami melihat ke luar negeri, dan terutama jika melihat daerah-daerah seperti Skandinavia ... program pelepasan dan reintegrasi sistematis sungguh efektif tak hanya untuk memisahkan individu dari ekstremisme kekerasan tetapi juga di kembali melibatkan mereka di tengah masyarakat."

Shandon mengatakan, hanya 1 dari 87 program deradikalisasi- yang berjalan selama empat tahun terakhir- terlibat dengan individu radikal.

"Dari 2010-2014, ada 87 program unik CVE yang kami jalankan di negeri ini, tapi ini sangat difokuskan pada program pencegahan yang bertujuan untuk meningkatkan kohesi sosial," jelasnya.

Ia menambahkan, "Tak ada penelitian atau evaluasi yang memberitahu kami apakah program pencegahan ini memiliki manfaat yang nyata pada fenomena ekstremisme kekerasan di Australia."

Komisaris wakil polisi NSW, Nick Kaldas, mengatakan, masalahnya akan semakin buruk sebelum menjadi lebih baik.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Australia Habiskan Sepertiga Gaji Bulanan Bayar Cicilan Rumah

Berita Terkait