Keluarga Korban Satinah Tersinggung dengan Pemberitaan Media Indonesia

Selasa, 15 April 2014 – 21:21 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Menko Polhukam Djoko Suyanto mengungkapkan penyelesaian tawar menawar pembayaran diat untuk Satinah binti Jumadi Ahmad (40) tidak semudah yang dibayangkan.

Pasalnya, keluarga korban, Nurah binti Muhammad Al Gharib telanjur tersinggung dengan sejumlah pemberitaan media massa di Indonesia yang menampung berbagai pendapat pihak terkait kasus Satinah. Ini membuat perundingan dengan keluarga semakin alot.

BACA JUGA: Selama 2013, Kemnakertrans Tangani 2.861 Kasus Perselisihan Kerja

"Saya tidak menyalahkan media, memuat apa yang berkembang di masyarakat. Tapi ternyata kontraproduktif dengan apa yang dilakukan Pak Mahfud dan keluarga korban," ujar Djoko dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa, (15/4).

Menurutnya, Presiden SBY bahkan sempat kembali berkirim surat kepada keluarga korban agar bisa berunding dan menurunkan harga diat Satinah. Djoko berharap ke depan hal-hal serupa tidak terulang lagi.

BACA JUGA: Bantah Jokowi, Puan Tegaskan Tetap Jadi Panglima PDIP di Pilpres

Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu, Tatang Budie Utama Razak. Tatang mengungkapkan, pemberitaan yang seolah-olah membenarkan perbuatan Satinah sangat mengecewakan keluarga korban. Akibatnya, tim lobi yang diikutinya di Arab Saudi mengalami kesulitan menawarkan harga diat Satinah.

"Satu hal yang membuat tersinggung keluarga adalah ketika disebutkan Satinah tidak bersalah dan membunuh karena terpaksa. Keluarga korban tidak bisa terima itu," kata Tatang.

BACA JUGA: Ganjar Siapkan Pasukan Menangkan Jokowi di Jateng

Tatang berharap pemberitaan tentang TKI yang terjerat kasus hukum akan lebih seimbang nantinya. Pasalnya masih ada kasus hukum yang menjerat sejumlah TKI.

Di antaranya kasus Zainab (48), TKI asal Kelurahan Mlajah, Kecamatan Kota Bangkalan, Jawa Timur,  yang menunggu waktu pelaksanaan eksekusi pancung dari Pemerintah Arab Saudi.

Dia menjadi terpidana kasus pembunuhan majikannya pada 2000 lalu. Zainab, yang kini masih menjalani masa kurungan di Arab Saudi, bisa lepas dari hukuman pancung dengan syarat membayar uang tebusan yang ditawarkan oleh majikannya sebesar Rp 90 miliar. Harga diatnya sangat tinggi karena anak korban tak terima dengan kejahatan yang dilakukan Zainab.

"Seperti kasus Zainab yang konon dulu sudah di bebaskan di zaman pemerintahan Gus Dur. Ternyata sekarang mengalami situasi yang kritikal. Anaknya akil balik jadi tidak mau maafkan. Ini juga sedang dilakukan pendekatan," kata Tatang.

Beberapa kasus lain serupa Satinah juga masih ada di Arab Saudi. Oleh karena itu, Tatang berharap, tidak ada pemberitaan maupun informasi yang menyesatkan dan menyulitkan tim utusan pemerintah untuk berunding dengan keluarga korban.

"Sebaiknya terukur dan proposional karena ada pihak-pihak yang tidak terima berbagai pemberitaan itu. Mereka mengikuti pemberitaan di negara kita," ujar Tatang. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Peserta Konvensi Minta Bubar, Maftuh: Saya Lebih Senang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler