SURABAYA - Fatimatus Zahrah menangis saat melihat ibunya, Munirah, di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (13/9). Dia tidak mengira ibu kandungnya akhirnya mendekam di bui. Padahal, sudah ada ''mahar'' Rp 13 juta yang diberikan agar tidak ditahan.
Bocah berkerudung tersebut terus meneteskan air mata ketika melihat ibunya duduk di kursi pesakitan. Tangis Zahrah menarik perhatian sebagian besar pengunjung Ruang Sidang Tirta PN Surabaya.
"Ibu saya tidak salah. Ibu saya tidak salah," ucapnya setelah hakim menutup sidang.
Nurhalimah, kakak kandung Zahrah, berusaha menenangkannya. Tetapi, siswi kelas VIII SMP itu masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa sang ibu dipenjara.
Mereka kali terakhir bertemu dua pekan lalu. Tepatnya, saat penyidik Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak melimpahkan berkas tersebut ke kejaksaan. Nurhalimah menyatakan, adik kandungnya sangat terpukul karena menganggap Munirah tidak akan ditahan.
BACA JUGA: Ruang Sidang Jessica Geger, JPU: Ini Bahaya
"Sudah ada jaminan. Saya sudah serahkan uang Rp 13 juta," katanya.
Awalnya, Munirah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencurian sepeda motor. Saat panggilan sebagai tersangka, ada oknum penyidik yang meminta duit Rp 15 juta.
Tujuannya, biar tidak ditahan. Dia keberatan. Halimah akhirnya disuruh menyerahkan Rp 13 juta saja.
Uang itu diberikan kepada polisi berinisial RS. "Saya yang menyerahkan di kantin (Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak, Red)," ucapnya.
BACA JUGA: Si Tukang Sodomi Puluhan Siswa Besok Disidangkan
Sejak itu, dia meyakini ibunya tidak akan ditahan. Namun, kelegaan tersebut tidak berlangsung lama. Penyidik melayangkan panggilan untuk pelimpahan tersangka, berkas, dan barang bukti ke kejaksaan.
Munirah mendatangi jaksa di Jalan Kemayoran Baru dengan didampingi penyidik pada Rabu (31/8). Setelah serah terima, Munirah tidak diperbolehkan pulang. Jaksa mengeluarkan surat perintah penahanan. Sejak itulah, Zahrah tidak bertemu ibunya.
Halimah menyatakan sudah dimintai keterangan oleh Propam Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Padahal, dia mengaku tidak pernah melaporkannya. Dia juga pernah diberi tahu bahwa uang yang diberikan itu merupakan uang jaminan.
Dalam sidang kemarin, jaksa I Made S. Suryana mendakwa Munirah dengan pasal pencurian. Menurut jaksa, perbuatan tersebut dilakukan pada 20 Februari 2016. Munirah mendatangi rumah Rochmayatun di Bulak Banteng.
BACA JUGA: Mendadak, Puluhan Calon Jaksa Ramaikan Sidang Jessica
Di sana dia mengambil sepeda motor yang terparkir di ruang tamu. Munirah sempat meminta STNK kepada Rochmayatun, tetapi tidak diberi. Bahkan, kunci sepeda motor pun tidak diberikan. Akhirnya, sepeda motor itu didorong.
Dalam surat dakwaan, jaksa menuturkan bahwa sepeda motor tersebut diambil sebagai jaminan agar uang arisan Rp 4.250.000 yang dihabiskan Rochmayatun segera dibayar.
Setelah sidang, Munirah menampik tuduhan telah mencuri. "Kalau mencuri, sepeda motor itu saja jual. Lha sepeda motor tersebut berada di rumah saya. Saya simpan. Pak polisi juga tahu," tuturnya. Sepeda motor itu pun disita sebagai barang bukti.
Di bagian lain, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Takdir Mattanete membantah kabar adanya uang yang diterima oleh penyidik Satreskrim.
Menurut dia, pelimpahan berkas ke kejaksaan menjadi bukti bahwa anak buahnya tidak pernah "bermain" dalam menangani perkara.
"Kalau penyidik terima uang, dia nggak bakal berani melimpahkan kasus itu," ujarnya.
Alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 1998 tersebut mengaku sudah lama mendengar adanya informasi uang 86 yang diterima anak buahnya. Dia lantas meminta oknum yang diduga penerima itu diperiksa.
"Sudah diperiksa di Propam juga dan tidak terbukti," terangnya.
Takdir juga menyatakan bahwa Munirah memang tidak ditahan. Hal tersebut bukan karena uang damai, melainkan sikap kooperatif saat menjalani pemeriksaan. Munirah juga dijamin tidak akan kabur ke mana-mana oleh keluarganya. (eko/did/c20/fal/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sukses Curi Motor di 20 TKP, Ketiban Sial saat Nyolong Mobil, Remukkk Deh
Redaktur : Tim Redaksi