BANJARNEGARA - Empat bayi kategori Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dari kelaurga tidak mampu dipulangkan paksa oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hj Anna Lasmanah Soemitro Kolopaking Kabupaten Banjarnegara.
Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Penunjang Medis RSUD, Sri Yuniati mengatakan, pulang paksa ini terpaksa diltempuh oleh pihak rumah sakit karena keluarga pasien tidak mampu lagi membayar biaya perawatan.
Sementara biaya pertanggungan yang diharapkan dari BPJS Kesehatan tidak dapat diperoleh karena BPJS Kesehatan hanya menanggung biaya kelahiran.
BACA JUGA: Guru tak Mutu Akan Dimutasi jadi Tenaga Administrasi
“Kondisi ini berbeda dengan masa sebelumnya saat Jampersal masih berlaku. Jampersal akan menanggung biaya persalinan termasuk perawatan bayi, termasuk jika bayi mengalami BBLR. Yang penting klaim dilakukan masih dalam masa 28 hari sejak proses kelahiran tersebut dicatatkan di tempat pelayanan kelahiran ataupun Bidan” katanya, seperti diberitakan Radar Banyumas (Grup JPNN) hari ini.
Menurut dia, program BPJS Kesehatan memang masih memberikan kesempatan si anak yaitu bayi BBLR untuk mendapat biaya pertanggungan, namun syaratnya tidaklah mudah. Sebab si anak harus mempunyai kartu Jaminan Kesehatan atas namanya sendiri.
BACA JUGA: Pemecatan Eks Sekretaris KPU Simalungun sebagai PNS Belum Final
Sebab nama ini diperlukan agar anak bisa memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dijadikan syarat dasar pendaftaran BPJS Kesehatan.
“Meski terlihat sepele, namun syarat nama ini bukanlah masalah mudah. Sebab dalam tradisi masyarakat pemberian nama bayi dilaksanakan pada waktu bayi sudah puput atau kurang lebih 7 hari sesudah kelahiran. Sehingga ada jeda waktu yang cukup lama tanpa pertanggungan. Tentu ini bukan perkara ringan bagi keluarga miskin,” ungkiapnya.
BACA JUGA: Tangkis Serangan Pakai Borgol
Kasus ini menjadi salah satu temuan Wakil Bupati Banjarnegara, Drs Hadi Supeno MSi, Kamis (9/1), saat melakukan inspeksi mendadak di RSUD Hj Anna Lasmanah Soemitro Kolopaking.
Hadi mengatakan, secara keseluruhan dari berbagai temuannya di lapangan, dirinya melihat ada hal mendasar yang nampaknya perlu dicermati, yaitu masalah kesiapan pelaksanaannya di lapangan dan minimnya informasi.
Kesiapan di lapangan, lanjutnya, bisa dirujuk dari ketidaksiapan BPJS Kesehatan sendiri dalam mempersiapkan program-programnya termasuk di antaranya kesiapan dalam menghadapi masalah transisi ini.
Menurut dia, apapun alasannya, fakta di lapangan proses transisi ini telah mengakibatkan adanya korban rakyat miskin. Sebab tidak terpenuhinya hak-haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik, hak yang dijamin oleh Undang-Undang, dikarenakan ketidaksiapan sistem.
“Saya betul-betul tidak paham saat penyelenggara asuransi kesehatan negara ini tidak memberi prioritas jaminan pada ibu melahirkan dan bayinya. Apalagi pada bayi yang mempunyai permasalahan. Ini kan seperti tidak sinkron, sebab di sisi lain pemerintah tengah getol-getolnya menekan tingginya Angka Kemaitan Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI).
Menurut Kepala Kantor Operasional BPJS Kesehatan Banjarnegara, Sukirman, pada dasarnya hal tersebut terjadi lebih dikarenakan di masa transisi ini masih terjadi kebingungan di kalangan pelaksana operasional BPJS di lapangan langkah apa yang seharusnya diambil. Sementara aturan dasarnya memang mensyaratkan bisa jika sudah ada NIK.
Dikatakan, masalah ini sudah dikonsultasikan ke kantor pusat. "Mereka memberi jawaban bahwa untuk sementara ini bila kembali dijumpai ada kasus bayi BBLR ataupun kasus lainnya, si anak sudah bisa didaftarkan untuk memperoleh pertanggungan meski tanpa NIK," kata dia.
Pendaftaran bisa dilakukan dengan cara mendaftarkan si anak dengan keterangan nama. Sebagai bukti kepersertaan, bayi akan memperoleh virtual account, bukti pembayaran, surat keterangan, dan seterusnya. (drn/din)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tohaji Mati Usai Perta Miras
Redaktur : Tim Redaksi