Keluarga Tertuduh Penculik Anak Itu Menuntut Keadilan

Selasa, 28 Maret 2017 – 10:56 WIB
Ilustrasi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com, PONTIANAK - Keluarga Maman Budiman, 53, korban tewas akibat pengeroyokan warga yang termakan isu penculikan anak menuntut keadilan.

Mereka meminta kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut hingga para pelaku mendapat hukuman setimpal.

BACA JUGA: Dituduh Penculik, Pengepul Petai Dihajar Hingga Tewas

Suasana haru menyelimuti rumah duka, tepatnya di Warung Pojok, Jalan Ahmad Marzuki, Pontianak, Senin (27/3) kemarin. Sejak pagi, orang terdekat dan para kerabat telah ramai berkumpul di sana.

Segala hal yang berkaitan dengan prosesi pemakaman dipersiapkan. Sebagian dari kerabat wanita terlihat tengah merangkai bunga, sambil menunggu kedatangan jenazah untuk disemayamkan.

BACA JUGA: Teror Penculikan Anak, Diberi Minum, Tangan Dipotong

Cucu korban, yang juga pemilik warung makan tempat sehari-hari almarhum bekerja, Cahyo Ribowo (29) menuturkan, sudah sekitar enam tahun almarhum bekerja di sana.

Ayah dua anak yang dikenal sangat supel itu merupakan adik dari nenek Cahyo. Asalnya dari Kota Bandung.

BACA JUGA: Ya Ampun! Tukang Botot pun Diteriaki Penculik Anak

"Almarhum yang sehari-hari belanja untuk keperluan rumah makan ini. Subuh sudah turun ke pasar. Lalu siangnya di sini, bagian bakar-bakar ayam. Kadang kerja juga di pelabuhan, bantu-bantu bongkar muat kapal," ungkapnya kepada Pontianak Pos, Senin.

Cahyo menceritakan, awalnya almarhum masih sering pulang pergi dari Pontianak ke Bandung. Namun setelah bercerai dari sang istri, sekitar dua tahun lalu, dia mantap tinggal di Pontianak dan diikuti anak sulungnya. Sementara anak kedua yang baru saja berkeluarga tetap tinggal di Bandung.

Kejadian nahas yang menimpa almarhum, Minggu (26/3), memang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Cahyo menceritakan, almarhum berpamitan sekitar pukul 10.00 dari tempat tinggalnya di Warung Pojok.

Tujuannya ke salah satu desa di Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah. Kepergiannya ini dimaksudkan untuk menyusul sang anak, Tedy Hidayat (28) yang lebih dulu berangkat sejak pukul 05.00 pagi untuk mengambil petai.

"Di desa itu tujuannya ke rumah mertua ponakan almarhum, yang memang asli orang sana. Bawa beras juga untuk diberikan ke sana. Dia (almarhum) memang sering jalan ke mana-mana. Pendengarannya agak kurang jadi kalau mau berbicara harus berkali-kali. Saya takutkan kejadian awalnya karena itu," jelas Cahyo.

Istri Cahyo, Rahmi menambahkan memang terlihat gelagat sedikit aneh sebelum almarhum berangkat. Di mana ia sampai tiga kali mengucapkan pamit, sampai akhirnya benar-benar pergi untuk selamanya.

"Padahal biasanya almarhum kalau mau pergi, pergi saja. Tapi kemarin sampai tiga kali bilang ke saya mau pergi. Tatapannya kosong, tapi saya anggap biasa. Saya bilang jangan lupa pulang saja," ujar Rahmi.

Setelah pergi, kabar terakhir dari almarhum datang sekitar pukul 14.00. Kala itu ida menelepon bahwa sempat tersesat hingga ke Mempawah. Lalu dia disarankan untuk pulang saja, agar tak kesorean.

Namun almarhum lebih memilih tetap melanjutkan perjalanan. "Kami sangat kehilangan. Beliau dikenal paling perhatian kepada semua keluarga di sini," kenang Rahmi.

Selain kerabat, peristiwa ini juga sangat membekas, terutama di hati anak kandung korban, Tedy Hidayat. Dia sempat melihat langsung kejadian tersebut meski awalnya tidak tahu bahwa korban adalah ayahnya sendiri.

Menurut penuturannya, sekitar pukul 17.00 ia memutuskan pulang dari rumah kerabat tempat ia mengambil petai tersebut.

Setelah beberapa menit perjalanan, ia melihat kerumunan massa di tengah jalan. Beberapa puluh meter dari tempat kejadian ia pun bertanya kepada warga sekitar tentang keramaian tersebut.

"Saya nanya, ada apa. Mereka bilang ada penculik dari Bandung. Saya mulai tidak enak hati, mungkin mereka lihat KTP bapak saya. Terus saya tanya lagi umurnya berapa. Dibilang agak tua, hati saya semakin tak enak," cerita Tedy.

Melihat massa yang sangat ramai, Tedy tak berani langsung menghampiri. Ia pun memutuskan kembali ke rumah kerabatnya.

"Saya takut jika saya menghampiri dikira sekongkol. Lalu saya balik lagi mau minta tolong. Pas di jalan berpapasan dengan mertua ponakan saya yang memang orang sana itu. Dia bilang pasti itu bapak," katanya.

Ternyata benar, setelah kembali ke tempat kejadian, korban tersebut memang sang ayah. Namun semua sudah terlambat, Maman Budiman telah dinyatakan meninggal.

"Pas saya datang dari dalam kantor desa, orang-orang sudah keluar. Mereka teriak sudah mati. Saya lihat memang sudah tidak ada lagi (meninggal), sekujur tubuh bapak bersimbah darah," kenang Tedy.

Mewakili pihak keluarga, Tedy mengaku ikhlas dengan apa yang telah terjadi. Akan tetapi ia meminta pihak kepolisian agar mengusut tuntas dan menghukum para pelaku sesuai perbuatan masing-masing.

"Agar ada efek jera. Biar warga tidak lagi termakan berita yang belum pasti kebenarannya. Cukup kali ini saja, jangan sampai ada korban lagi," harapnya.

Seperti diberitakan Pontianak Post Senin (27/3), Maman Budiman (50), warga Jalan Ahmad Mardzuki menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh ratusan orang di Desa Amawang, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah.

Korban meregang nyawa dengan sejumlah luka mengenaskan akibat bulan-bulanan warga di Kantor Desa Amawang.

Korban sendiri berada di Desa Amawang untuk menyusul anaknya yang lebih dulu berkunjung ke rumah kerabatnya di daerah Kecamatan Sadaniang.

Nahas, di tengah perjalanan korban dicurigai oleh warga sebagai anggota komplotan penculik anak yang kabarnya santer di masyarakat. Korban akhirnya ditangkap dan dianiaya oleh warga hingga meninggal dunia. (bar)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bocah Kelas 3 SD Mengaku Hendak Diculik, Tapi...


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler