Kemajuan Teknologi Dukung PLTU Ramah Lingkungan

Jumat, 08 Januari 2021 – 20:46 WIB
Ilustrasi PLTU. Foto: Radar Cirebon/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara masih mendominasi sumber pasokan listrik nasional. Tak hanya di Indonesia, negara lain juga masih banyak memanfaatkan batu bara untuk PLTU.

Ketua Indonesia Mining and energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan, pemanfaatan batu bara sangat efisien di Indonesia.

BACA JUGA: Lihat nih, PLTU Paiton Diserbu Ribuan Ubur-Ubur

"Bagi PLN saat ini, telah mempertegas bahwa batu bara dinilai sebagai bahan bakar energi bagi pembangkit yang sangat efisien," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/1).

Berbagai inovasi teknologi pun telah diterapkan guna menekan tingkat pencemaran dari proses produksi. Anggapan yang menyebut bahwa PLTU sebagai salah satu penyumbang emisi terbesar, dinilai banyak kalangan tidak lagi relevan.

BACA JUGA: Mulai Tinggalkan Batu Bara, Korea Selatan Tutup 10 PLTU

Selain menekan emisi, penerapan teknologi juga membuat penggunaan bahan bakar lebih efektif dan efisien.

Semisal, teknologi Ultra Super Critical (USC), memampukan peningkatan efisiensi pembangkit listrik melalui proses pengaturan tekanan dan suhu uap yang masuk ke dalam turbin.

BACA JUGA: Sulit Mencari Sumber Dana Pembangunan PLTU

Ketika tekanan dan suhu makin tinggi, maka tingkat efisiensi juga akan semakin tinggi. Hal itu akan membuat semakin rendah karbon.

Dari segi ketersediaan, cadangan batu bara di Indonesia masih sangat besar, sekitar 37,6 miliar ton. Belum lagi sumber daya batu bara yang mencapai 149 miliar ton.

Dengan mempertimbangkan besarnya sumber daya dan cadangan batubara tersebut, Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Rencana Umum Kebijakan Energi Nasional (KEN) lewat Perpres No.22/2017, telah menetapkan bauran energi untuk batubara sebesar 30 persen di 2025 dan 25 persen di 2050.

Apalagi di dalam pemanfaataan batubara di dalam negeri, Pemerintah menetapkan harga batu bara untuk kelistrikan kebutuhan umum, bukan didasarkan atas indeks harga batubara di pasar internasional.

Di sisi lain, pemerintah telah meratifikasi Paris Agreement yang mewajibkan terjaganya iklim dengan usaha-usaha di bidang lingkungan.

Lanjut Singgih menerangkan, bukan hal yang mudah mendapatkan pendanaan internasional bank dalam membangun PLTU batu bara, kecuali yang dibangun dengan teknologi super crtical atau ultra super-critical. Karenanya, Singgih meyakini teknologi PLTU kini jelas ramah lingkungan.

"Dari kondisi saat ini (besarnya kebutuhan dan sistem kelistrikan yang ada),  batu bara tentu tetap sebagai pilihan yang strategis," imbuh Singgih.

Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, sebenarnya PLN telah mengembangkan berbagai inovasi terhadap PLTU yang menggunakan batu bara. Dengan demikian keberadaan PLTU itu lebih ramah lingkungan.

"Harapannya memang PLTU yang ada dan sedang dibangun menggunakan batu bara, mestinya bisa diwajibkan menggunakan konversi, sehingga outputnya lebih bersih lingkungan," ujar Fahmy. (cuy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler