jpnn.com - JAKARTA - Hingga kini, petunjuk pelaksanaan (Juklak) hasil mediasi bekas karyawan dengan manajemen BRI belum juga diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertans). Padahal, Juklak ini menjadi penting untuk menyelesaikan kisruh pesangon yang dituntut bekas karyawan perusahaan perbankan pelat merah tersebut.
Belum diterbitkannya Juklak ini memunculkan spekulasi. Selain dianggap lamban, kementerian yang dipimpin Muhaimin Iskandar itu juga dituding tidak punya niat serius untuk menyelesaikan permasalahan buruh. Masalah ini pun dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang bisa merugikan banyak pihak.
BACA JUGA: Kuartal III, Peruri Cetak Uang Rp 6 Miliar
Presiden Direktur Center for Banking Crisis, Deni Daruri ikut mempertanyakan alasan pemerintah yang menunda-nunda penerbitan juklak yang sangat mendesak itu. Padahal, pihak yang bersengketa sudah sepakat untuk menyelesaikannya.
"Itu kenapa kok bisa lama begitu ya prosesnya. Padahal, jika memang harus ada Juklak seperti disepakati kedua pihak, maka Kementerian yang diminta untuk harusnya cepat mengeluarkan juklak supaya ada kepastian. Ini aneh. Juklak saja bisa berminggu-minggu," kata Deni dalam keterangan persnya, Senin (21/10).
BACA JUGA: Peruri Tuan Rumah Konferensi Komunitas Percetakan Uang Asia Pasifik
Sebagai praktisi perbankan, pihaknya mengaku prihatin dengan kelambanan sikap Kemenakertrans ini. Ia berpendapat, pemerintah seolah tidak memahami kerumitan yang dihadapi oleh perbankan akibat sengketa ketenagakerjaan semacam ini.
"Ini jadi catatan bagi dunia perbankan. Kesannya tidak ada komitmen untuk menyelesaikan persoalan sengketa ketenagakerjaan di sektor perbankan. Tentu ada pengaruh negatif bagi citra bank-bank pemerintah akibat tidak kisruh kasus itu," tegasnya.
BACA JUGA: Otoritas Ekonomi Jalankan Simulasi Krisis
Dalam perhitungannya, seharusnya Kemenakertrans sudah harus mengeluarkan juklak sejak beberapa waktu yang lalu. Ia mengkhawatirkan apabila pekan ini pemerintah tak kunjung mengambil keputusan, masalahnya akan semakin meluas dan penanganannya jauh lebih sulit.
"BRI hanya butuh payung hukum, masa hal sekecil itu aja ditunda-tunda. Pekan ini saya pikir deadline terakhir bagi Kemenakertrans untuk membuktikan komitmennya dalam menciptakan iklim perbankan yang kondusif," imbuhnya.
Senada dengan hal itu, pengamat perburuhan, Syahganda Nainggolan turut mempersoalkan kepedulian pemerintah terhadap para pihak yang bersengketa. Bank BRI, menurutnya ikut tersandera karena citranya sebagai bank kelas atas harus dipertaruhkan.
"Bukan hanya pertaruhan citra perusahaan BUMN itu tetapi juga bagaimana nasib para pensiunan yang haknya digantung dalam waktu cukup lama. Harusnya, jika memang pemerintah dilibatkan dalam penyelesaian sengketa itu dan diberi mandat membuat petunjuk teknis penyelesaiannya, harusnya pemerintah bekerja cepat, bukan digantung seperti sekarang ini," ujarnya, Minggu (20/10).
Ia menduga, Kemenakertrans selaku penanggungjawab masalah ini tidak menguasai akar masalah yang terjadi terkait konflik ketenagakerjaan, terutama di sektor perbankan. Pihaknya juga menyayangkan sikap para petinggi Kemenakertrans yang absurd dan penuh dengan ketidakpastian.
"Memang kinerja Kemenakertrans dalam penyelesaian konflik tripartit cenderung lelet. Biasanya lama sekali kelarnya. Karena Kemenakertrans kerjanya lamban. Wajar kalau semua berpikir, Kemenakertrans nggak paham masalah ketenagakerjaan," tukasnya.
Mantan aktivis ini mengkhawatirkan hal semacam ini akan menjadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum. Sengketa ketenagakerjaan terutama pada sektor-sektor strategis, seperti dunia perbankan, imbuhnya, rawan mengalami kebuntuan dikarenakan respon pemerintah yang sangat tidak proaktif.
"Ke depan, siapa lagi yang mau dimediasi oleh pemerintah, penanganannya setengah hati begini. Juklak penyelesaian konflik ketenagakerjaan itu sudah mutlak untuk dipercepat. Minimal Juklak yang sifatnya teknis harus ada, dan itu amat mendesak," tegasnya.
Seperti diketahui, pihak BRI jauh-jauh hari sudah mengajukan permohonan penerbitan juklak dalam kasus pesangon eks karyawannya. Namun hingga detik ini, pemerintah tak juga mengeluarkan keputusan terkait masalah ini. Padahal, permohonan juklak ini merupakan hasil mediasi antar para pihak yang bersengketa, sesuai arahan dan rekomendasi yang pernah disampaikan Kemenakertrans. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tol Trans Jawa Tersendat di Brebes-Semarang
Redaktur : Tim Redaksi