Kemendagri Dinilai Lelet Tangani Kasus Buton Utara

Senin, 27 Januari 2014 – 17:05 WIB
Mendagri Gamawan Fauzi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens, menilai berlarut-larutnya kasus pembangkangan Bupati Buton Utara, Sulawesi Tenggara, Ridwan Zakaria, menimbulkan kesan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan pembiaran.

Karena meski Mendagri Gamawan Fauzi  telah mengeluarkan surat teguran lima kali, namun tindakan atas pembangkangan Bupati yang menyalahi perintah UU Pembentukan Kabupaten Buton Utara dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tidak juga diambil.

BACA JUGA: Hatta Sambung Rasa Bersama Nelayan Tambaklorok

"Bila kasus itu dibiarkan tak ada ujung,  tak hanya wibawa pemerintah pusat yang jatuh, tapi ini bakal jadi bom waktu yang boleh jadi akan memicu konflik horizontal di masyarakat Buton Utara," kata Boni di Jakarta, Senin (27/1).

Boni menilai, Mendagri perlu segera bertindak seperti saat menangani  kasus Bupati Garut, Jawa Barat, Aceng Fikri, yang dilengserkan DPRD. Jika kasus Aceng bersifat ‘privat’, lajutnya, kasus Ridwan, jauh lebih berat. Sang Bupati jelas-jelas telah melanggar UU Pembentukan Kabupaten Buton Utara, dan juga tak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: Jumlah Rumah Remuk akibat Gempa Bertambah

“Bila memang ada aspirasi dari bawah, misal dari DPRD Buton Utara, meminta audensi, difasilitasi dong. Apalagi itu sudah pernah disanggupi pejabat Kemendagri. Bila terus tak direspon, wajar bila publik khususnya masyarakat Buton bertanya-tanya, ada apa ini. Kemendagri buying time-kah?.Atau melindungi bupati pembangkang? Wajar bila muncul suara-suara itu,” katanya.

Mendagri kata Boni, dalam suratnya memang tidak hanya menegur Bupati Buton Utara, tapi juga Gubernur Sulawesi Tenggara, dan DPRD Kabupaten Buton Utara. Namun hal tersebut belum cukup.

BACA JUGA: Tidak Semua PNS Senang Usia Pensiun Ditambah

“Dari awal kami yang mendorong Mendagri untuk mengeluarkan keputusan itu. Jadi kami tidak heran,” kata Boni.

Pendapat tak jauh berbeda diungkapkan pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani. Menurut Andi, bila melihat kasusnya, Bupati Buton Utara, selain harus mendapat sanksi hukum, juga mesti diganjar sanksi politik.

Bahkan ‘pemakzulan’ sudah layak diproses. Karena tak mengindahkan perintah undang-undang untuk membangun Ibu Kota Kabupaten di Buranga. Sang Bupati justru membangunnya di Ereke yang merupakan tanah kelahirannya. Padahal jarak kedua daerah tersebut, terpaut hingga 60 kilometer lebih.

Pemakzulan menurut Andi, dapat dilakukan apalagi Mendagri dalam salah satu surat tegurannya, juga sudah dengan gamblang menyebut pembangkangan Bupati Buton Utara terindikasi merugikan keuangan negara.

“Kalau memang sudah diduga ada motif politik dan kerugian negara, maka sudah saatnya diambil tindakan hukum dan politik terhadap Bupati Buton Utara,” kata Andi.

Ia setuju bila pihak Kemendagri segera memanggil DPRD Kabupaten Buton Utara. Namun pemanggilan harus dilakukan terhadap seluruh anggota DPRD. Karena akan lebih efektif, ketimbang hanya memanggil pimpinannya saja. Apalagi pimpinan DPRD, berasal dari partai yang sama dengan Bupati Buton Utara. Tentu tidak akan objektif dan bias hasilnya.

Mendagri diketahui sebelumnya sudah pernah menyurati meminta DPRD memproses pembangkangan Bupati Buton lewat sidang paripurna, karena dianggap telah melanggar sumpah janji dan jabatannya.

“Mendagri harus memanggil seluruh Anggota DPRD  Buton Utara, untuk memastikan alasan dan dasar kenapa suratnya tak ditindak lanjuti,” katanya. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cuaca Buruk, Peternak Itik Bangkrut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler