Kemenhub Diminta Larang Aplikator Ojek Online Terapkan Promo Jorjoran

Senin, 20 Mei 2019 – 22:13 WIB
Demo driver ojek online. Foto: JPG/Pojokpitu

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta melarang aplikator transportasi ojek online untuk menerapkan tarif promo berlebihan dan mengarah pada praktik predatory pricing berbungkus promo yang terus menerus. 

Pasalnya, perilaku persaingan usaha yang tidak sehat tersebut dinilai berpotensi menyingkirkan kompetitor hingga pada akhirnya menciptakan monopoli yang merugikan konsumen.

BACA JUGA: Lakukan Ramp Check Secara Ketat, Kemenhub Pastikan Mudik Gratis dengan Kapal Laut Aman

Syarkawi Rauf, Ketua Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Periode 2015 – 2018 menilai dua payung hukum yang diterbitkan pemerintah untuk mengatur bisnis transportasi online, masih memiliki celah yang bisa disalahgunakan oleh aplikator.

“Dalam aturan itu ada ketentuan tarif batas atas untuk melindungi konsumen, serta tarif batas bawah untuk mencegah perang tarif. Tapi tidak diatur soal promosi,” ujar Syarkawi dalam diskusi Aturan Main Industri Ojol: Harus Cegah Perang Tarif di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/1).

BACA JUGA: Perang Diskon Grab dan Go-Jek Membahayakan

Dia juga menyayangkan pemerintah tidak mengatur ketentuan pemberlakuan promosi yang bisa diberikan oleh aplikator kepada konsumennya. Pasalnya dari situ bisa muncul praktik predatory pricing.

“Misal ongkos produksinya 20, lalu aplikator jual 0. Atau kenapa dengan tarif promosi bisa diskon 100%, yang malah bisa menjual ke konsumen secara gratis. Istilahnya dia berani jual rugi untuk memperbesar pangsa pasar dan menyingkirkan kompetitornya,” katanya.

BACA JUGA: Pengemudi Ojol Minta Tak Ada Penurunan Tarif Lagi

Praktik ini, kata Syarkawi, terindikasikan tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang ‘Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat’.

Jika dilihat dari kacamata konsumen, Syarkawi membantah bahwa tarif promosi itu menguntungkan dalam jangka panjang. 

Pasalnya, jika suatu perusahaan yang melakukan predatory pricing itu sudah berhasil menyingkirkan kompetitornya dan menjadi pemain tunggal (monopolis), barulah akan menerapkan tarif yang sangat tinggi untuk menutupi biaya promosi yang sudah pernah dikeluarkannya dulu.

“Dengan hanya ada satu pemain dominan, maka pemain tersebut akan bebas menerapkan harga. Pada transportasi online uniknya monopoli tidak akan hanya  merugikan konsumen, tapi juga driver karena mereka  akan kehilangan posisi tawar dan pilihan,” katanya.

Dia juga menilai predatory pricing akan menghambat masuknya pemain baru yang dipastikan akan kesulitan bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang punya kemampuan modal kuat untuk memberikan promo.

“Ini harus diatur oleh pemerintah soal jangka waktu dan besaran promo ini,” tegasnya.

Sementara, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin menilai Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, sudah sangat bijaksana mengatur dan memperhatikan keberlangsungan usaha transportasi online di Indonesia. 

Pemerintah cukup memahami adanya kebutuhan regulasi untuk menjaga agar manfaat positif tersebut dapat dinikmati terus menerus.

Meski begitu, Kemenhub bisa menerapkan pengaturan transportasi konvensional dan transportasi roda-empat online yang melarang promo dibawah batas bawah ke pengaturan ojek online.

Menurutnya, pengaturan tarif saja tanpa pengaturan promo atau subsidi tidak cukup. Ia menilai diperlukan penyempurnaan pengaturan yang jelas dan tegas untuk menghentikan perang harga, promosi dan diskon yang agresif.

“Harus ada koordinasi Kemenhub, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan KPPU, untuk menetapkan mekanisme sanksi terhadap upaya-upaya predatory pricing yang mengarah ke monopoli dan mengancam keberlangsungan industri transportasi online,” ucapnya.

“Kenaikan tarif ini justru bisa menggerus permintaan ojek online yang akhirnya bisa berdampak negatif pada pendapatan pengemudi. Apalagi, 75,2% konsumen berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Dimana, faktor tarif menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen untuk menggunakan moda ojek online,” tegasnya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Membedah Plus dan Minus Regulasi Anyar Tarif Ojek Online


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler