jpnn.com - JAKARTA -- Munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang mengizinkan perempuan korban perkosaan melakukan aborsi menuai pertentangan dari berbagai kalangan. Meski demikian, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi tetap meyakini bahwa PP tersebut tetap dapat dijalankan.
"Pertama itu bukan PP aborsi, itu PP kesehatan reproduksi. Baik UU dan PP mengatakan aborsi dilarang kecuali untuk dua keadaan: gawat darurat medik dan kehamilan akibat perkosaan," ujar Nafsiah di kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu, (13/8).
BACA JUGA: Gugatan Prabowo-Hatta Kaitkan Papua Merdeka Tuai Kecaman
Menurut Nafsiah, PP ini sudah menyepakati bahwa keadaan gawat darurat medik itu harus dibuktikan oleh tim ahli. Termasuk untuk korban perkosaan. Meski ada aturan, Menkes memastikan keputusan aborsi itu tetap ada di tangan sang ibu dan persetujuan suami. Oleh karena itu, sosialiasi ujarnya, akan tetap dilakukan.
"Kemudian ada persyaratannya. Untuk korban perkosaan, usia kehamilan di bawah 40 hari terhitung dari hari pertama haid terakhir. Itu sudah ada fatwa MUI. Memang kalau Katolik, dari pembuahan itu sudah dianggap sebagai manusia. Kita lakukan konseling. Pra-konseling sebelum dan sesudah tindakan," ungkap Nafsiah.
BACA JUGA: Belanja Pegawai di Atas 55 Persen Masih Diberi Jatah Kursi CPNS
Nafsiah mengatakan Tim Kementerian Kesehatan akan menjangkau daerah untuk mengatur pelatihan tenaga medis yang menjalankan tindakan aborsi.
"Itu supaya tenaga kesehatan bisa mengetahui itu dan bisa memberikan konseling yang tepat. Sehingga tidak sembarangan karena baik UU dan PP mengatakan abortus dilarang kecuali untuk 2 hal ini," tandas Menkes. (flo/jpnn)
BACA JUGA: Tim Prabowo-Hatta Ngotot Suara Nol karena Dicurangi
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Pastikan Jokowi Terbuka ke Partai Pengusung Prabowo-Hatta
Redaktur : Tim Redaksi