jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serius melawan iklan serta publikasi kesehatan hoaks yang menyesatkan dan merugikan masyarakat.
Keseriusan itu diwujudkan dalam penandatanganan kerja sama Pengawasan Iklan dan Publikasi Bidang Kesehatan pekan lalu.
BACA JUGA: Sultan Brunei Dicatut demi Hoaks Bela Ustaz Abdul Somad
Memorandum of understanding (MoU) ditandatangani Sesjen Kemenkes Untung Suseno dengan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Syahrul Mamma, Sekretaris Utama BPOM Reri Indriani, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Ahmad Yani Basuki, Kepala Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Maruli Matondang, Ketua Presidium Dewan Periklanan Indonesia (DPI) Sancoyo Antarikso, dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Untung mengatakan, iklan dan publikasi kesehatan yang menyesatkan adalah hoaks karena memberikan informasi keliru dan berita bohong.
BACA JUGA: Ingat! Inilah Kasus-kasus Hate Speech dan Hoax Menonjol 2017
“Oleh karena itu, iklan kesehatan sebagaimana hoaks kesehatan lain harus diawasi, ditindak, diperangi, dan tidak boleh dibiarkan,” kata Untung.
Rencana Kemenkes itu mendapat dukungan dari Dosen Departemen Komunikasi FISIP UI Nina Armando.
BACA JUGA: Mahasiswa UIN Meninggal karena Difteri, DPR Soroti Kemenkes
“Bagus sekali kalau Kementerian Kesehatan turun tangan untuk masalah ini. Sebab, isu tentang kesehatan menjadi kepedulian semua orang. Pesan-pesan persuasi yang disampaikan melalui iklan itu harus diperhatikan karena banyak yang tidak tepat,” ujar Nina.
Dia menambahkan, publik juga perlu mendapat edukasi tentang literasi media.
Dengan begitu, ada proses konfirmasi apakah informasi tersebut benar atau tidak.
Nina melanjutkan, sejauh ini persoalan iklan diatur melalui Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Iklan Indonesia (P3I). Namun, tidak semua pengiklan adalah anggota P3I sehingga merasa tidak perlu mematuhi aturan tersebut.
Selain itu, EPI pun hanya memiliki sanksi sosial dan moral, tidak ada aspek hukum.
Selain iklan produk kesehatan, hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah iklan produk pangan.
Pasalnya, iklan produk pangan, terutama untuk anak kerap mengandung klaim yang berlebih.
Nina mencontohkan iklan susu kental manis. Selama ini, susu kental diiklankan sebagai susu yang bergizi untuk kesehatan keluarga.
“Padahal, konsumen seharusnya melihat kandungan produk pada label, jangan hanya terpengaruh iklan,” ujar Nina.
Sementara itu, Tulus menilai ada informasi keliru yang disampaikan sejumlah produsen dalam mengiklankan produk susu kental manis yang faktanya memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi.
Di sisi lain, kandungan kalsium dalam susu kental manis justru rendah sehingga berdampak buruk bagi anak-anak.
"Informasi yang tidak jujur ini menyesatkan. Dampaknya sangat buruk bagi anak-anak karena hanya akan menghasilkan kegemukan atau obesitas," ujar Tulus. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fitnah Kopi Mengandung Babi Disebar Lagi
Redaktur & Reporter : Ragil