Kemenkominfo Blokir Ribuan Akun Medsos

Rabu, 29 Mei 2019 – 07:15 WIB
facebook. Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memblokir ribuan akun media sosial, Dalam masa pembatasan medsos yang berlaku 22 hingga 24 Mei 2019 lalu.

Akun-akun tersebut dinilai turut berkontribusi menyebarkan berita bohong dan menghasut publik dengan narasi-narasi seputar kerusuhan 22 Mei. Tercatat total 2.184 akun dan website yang ditutup oleh kominfo.

BACA JUGA: Nikita Mirzani Pengin Ribut dengan Putri Amien Rais, Begini Ceritanya

Dari jumlah tersebut, 551 adalah akun Facebook, 848 akun Twitter, 640 akun Instagram, dan 143 akun Youtube. Serta masing-masing 1 untuk url website dan LinkedIn. Total ada 2.184 akun dan website yang telah diblokir.

Dalam penutupan dan pembatasan medsos ini, Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan pihaknya bekerja sama dengan penyedia platform digital.

BACA JUGA: Video Warga Mengaku Terkepung di Depan Bawaslu Picu Kemarahan Massa

"Misalnya, saya telah berkomunikasi dengan pimpinan WhatsApp, yang hanya dalam seminggu sebelum kerusuhan 22 Mei lalu telah menutup sekitar 61.000 akun aplikasi WhatsApp yang melanggar aturan," jelas Rudiantara seperti diberitakan Jawa Pos.

BACA JUGA: Video Warga Mengaku Terkepung di Depan Bawaslu Picu Kemarahan Massa

BACA JUGA: Wiranto Endus ada Upaya Pengumpulan Massa 22 Mei Setara Aksi 212

Menurutnya, semua itu perlu dilakukan agar sebaran konten hoaks, fitnah maupun provokasi dapat diminimalkan. Rudi mengajak semua kalangan untuk memulai dari diri sendiri agar tidak menyebarkan konten yang melanggar aturan atau hukum.

Menurut pria yang biasa dipanggil Chief RA ini, hoaks yang tidak dikendalikan akan berpotensi memicu aksi massa dan kekerasan yang berdampak pada jatuhnya korban.

"Satu hoaks saja sudah cukup untuk memicu aksi massa yang berujung penghilangan nyawa, seperti salah satunya yang menimpa Mohammad Azam di India pada tahun 2018. Padahal, ada banyak hoaks sejenis itu lalu-lalang di Indonesia setiap hari, apalagi sekitar 22 Mei lalu," ujarnya.

Secara garis besar, ada tiga langkah yang diambil pemerintah berdasarkan tingkat kegentingan peredaran konten hoaks. Langkah itu lazim dan kerap diambil oleh Pemerintah di negara lain untuk mencegah meluasnya kerusuhan.

Langkah pertama adalah menutup akses tautan konten atau akun yang terindikasi menyebarkan hoaks. Kedua, bekerja sama dengan penyedia platform digital untuk menutup akun. Dan ketiga, pembatasan akses terhadap sebagian fitur platform digital atau berbagi file.

Pembatasan akses kata Rudi merupakan salah satu dari alternatif-alternatif terakhir yang ditempuh seiring dengan tingkat kegentingan. “Pemerintah negara-negara lain di dunia telah membuktikan efektivitasnya untuk mencegah meluasnya kerusuhan," katanya.

Rudi menyebut, banyak negara lain yang melakukan pembatasan dan penutupan akses ke media sosial dengan berbagai pertimbangan. Srilanka menutup akses ke Facebook dan WhatsApp untuk meredam dampak serangan bom gereja dan serangan anti-muslim yang mengikutinya.

BACA JUGA: Inilah Nama – nama Kader Golkar Dianggap Layak jadi Menteri

Sementara, Iran pernah menutup akses Facebook pada tahun 2009 setelah pengumuman kemenangan Presiden Ahmadinejad. “Jangan lelah untuk mengimbau agar masyarakat dan teman-teman di sekitar kita berhenti menyebarkan konten yang mengandung hoaks, fitnah, maupun provokasi untuk melanggar aturan atau hukum. Tentu saja harus kita mulai dari diri sendiri," pungkasnya. (tau)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dukungan Prof Mahfud untuk Upaya Aparat Bongkar Dalang Rusuh 21-22 Mei


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler