jpnn.com - JAKARTA - Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Pemprov Sumatera Utara kosong melompong saat dilakukan inspeksi mendadak (sidak) oleh Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Mirawati Sudjono beserta tim, Rabu (14/1).
Sekitar pukul 10.30 WIB, tim dari KemenPAN-RB menyamar sebagai warga masyarakat yang akan mengurus perizinan tiba di Kantor BPPT. Suasana kantor tersebut sepi pengunjung. Di front office, tak terlihat satu pun petugas yang siap memberikan pelayanan.
BACA JUGA: Harga Arak di Daerah Ini Rp 1,3 Juta Per-Jerigen
Baru beberapa menit kemudian ada petugas datang, dan menanyakan ada keperluan apa. Petugas itu memberi penjelasan bahwa sedang ada rapat pembinaan dari BKD di lantai atas. Menyaksikan kenyataan itu, Deputi Pelayanan Publik menegur keras.
"Harusnya ada petugas yang standby di loket pelayanan. Tidak boleh ditinggalkan seperti itu. Kalaupun ada rapat, kan bisa bergantian," kata Mira dalam siaran pers yang diterima JPNN, Rabu (14/1).
BACA JUGA: Harga BBM Rp 250 Ribu/Liter, Pesawat Satu-satunya Transportasi
Ditegaskannya, Badan Pelayanan Perizinan terpadu harus punya standar pelayanan jelas, tegas, dan harus diketahui publik. Standar tersebut harus ditempel di ruang pelayanan dan di-upload di website instansi penyelenggara pelayanan.
Standar pelayanan tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan MenPAN-RB Nomor 15 Tahun 2014, terdiri dari : jenis pelayanan yang diberikan, syarat pelayanan, prosedur yang harus ditempuh oleh pemohon, waktu pelayanan, besaran biaya/tarif, dan maklumat pelayanan.
BACA JUGA: Wooow, di Papua Barat Harga BBM Rp 250 Ribu/Liter
"Kami melihat Kantor BPPT Pemprov Sumut sebagai penyelenggara layanan publik tidak memiliki standar pelayanan yang lengkap. Wajar kalau kantornya kosong dan pelayanannya lambat," ungkap Mira.
Dia juga menyayangkan buruknya pelayanan di Kantor BPPT Pemprov Sumut. Padahal, kantor yang secara fisik tampak bagus pasti biaya operasionalnya besar, sehingga menjadi mubazir. Pelayanan seperti itu, sekadar formalitas, tidak bisa menyelesaikan masalah.
"Konsep pelayanan terpadu satu pintu bukan begitu. Itu baru bangunannya yang satu pintu, tetapi perizinannya masih banyak pintu, termasuk pintu belakang yang rawan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme," kata Mira. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Polemik Tunjangan Polhut, Menhut LH Diminta tak Ikut Campur
Redaktur : Tim Redaksi