Kemenperin: Sektor Logam Harus Siap Bertransformasi Menuju Industri 4.0

Jumat, 17 Juli 2020 – 22:04 WIB
Kepala BPPI Kemenperin Doddy Rahardi di kawasan Industri Delta Silicon, Cikarang. Foto: Kemenperin

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahardi menyebutkan bahwa sektor industri logam harus bertransformasi guna mendukung kesiapan menuju era digital 4.0.

“Industri logam ini adalah mother of Industry karena produk logam dasar merupakan bahan baku utama yang menunjang bagi kegiatan sektor industri lain seperti industri otomotif, maritim, elektronika, dan sebagainya,” kata Doddy, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/7).

BACA JUGA: Rupiah Lemah, Industri Logam Gigit Jari

Hal tersebut disampaikan Doddy dalam sambutannya di ‘End-to-end Industry 4.0 Implementation in Tatalogam Group’, di kawasan Industri Delta Silicon, Cikarang.

Doddy juga memaparkan, industri logam selama ini telah memberi kontribusi yang cukup tinggi bagi perekonomian bangsa Indonesia.

BACA JUGA: Logam Impor Lebih Murah, Industri Lokal Menjerit

Oleh karena itu, implementasi INDI 4.0 yang dilakukan di sektor ini sudah sejalan dengan program Making Indonesia 4.0.

“Pada Januari hingga Mei 2020, sektor industri logam mampu memberikan kontribusi ekspor hingga USD 9,20 miliar. Naik 41 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2019 yang hanya mencapai sekitar 6,5 miliar dolar,” jelasnya.

BACA JUGA: Industri Otomotif Butuh IKM Logam

Tatalogam Group sendiri menjadi manufaktur logam pertama yang menjalani assessment INDI 4.0 oleh BPPI Kemenperin. Assessment kemudian dilanjutkan dengan pendampingan secara online pada Jumat-Senin (17-20 Juli) mendatang.

Vice President Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi menambahkan, secara garis besar implementasi 4.0 sudah mulai dilakukan pihaknya di beberapa lini.

“Mulai dari machine to machine. Antara mesin itu sudah berhubungan. Jadi kalau buat kami, implementasi 4.0 itu konsepnya DNA. Harus ada Device, Network, dan Application (DNA),” ujarnya.

Stephanus menjelaskan, Device yang dimaksud berarti mereka memiliki mesin yang sudah lebih pintar.

“Karena dia berputar beberapa kali, dia menghasilkan produk berapa? Dia bisa mengeluarkan output berapa tanpa ada yang mencatatnya terlebih dahulu, langsung terhubung ke ERP,” terangnya.

Lalu setelah memiliki Device yang mumpuni, tahap selanjutnya ialah bagaimana mereka menggunakan Network. Mengkoneksikan antara Device ke system yang sudah exsisting.

“Tetapi, peran manusia di situ tetap ada, yaitu menggunakan aplication untuk memverifikasi apakah mesin itu sudah berjalan dengan benar atau belum,” jelasnya.

Stephanus menilai, industry 4.0 bukan untuk mengurangi tenaga kerja manusia. Justru industry 4.0 bertujuan untuk meningkatkan added value dari manusia.

“Kalau kita bisa beri pekerjaan yang lebih memanusiakan mereka, maka produk yang dihasilkan otomatis akan meningkat. Baik itu secara kualitas dan lain-lainnya. Dan itu sudah dibuktikan dengan kami menembus pasar ekspor,” urai Stephanus lagi.

Pasar ekspor bisa menjadi tolak ukur bagi produk yang dihasilkan manufaktur yang telah bertransformasi ke era 4.0 ,karena standar yang ditentukan di berbagai negara sangat tinggi dan berbeda-beda pula.(mg7/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler