jpnn.com, JAKARTA - Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengatakan, hingga kini belum ada impor beras dan stok beras juga sebesar 1,7 juta ton masih tersedia di gudang Bulog.
Dia optimistis bahwa target Pemerintah Jokowi-JK untuk mencapai swasembada pangan tercapai. Keyakinan ini diperkuat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2014 hingga 2016. Impor beras medium, menurutnya, turun drastis dari tahun 2014 sebesar 3,026 juta ton menjadi 1, 5 juta ton pada tahun 2015, hingga akhirnya tidak ada rekomendasi impor pada tahun 2016.
BACA JUGA: PP Polri Dan PT. Pertani Kembangkan Toko Tani Indonesia
Kalau pun terdapat beras impor yang masuk pada 2016, beras tersebut merupakan realisasi dari rekomendasi tahun sebelumnya.
"Seperti yang disebutkan juga oleh BPS, beras yang diimpor Indonesia pada tahun ini merupakan jenis khusus yang berbeda dengan beras yang dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Beras jenis khusus ini biasanya digunakan untuk kebutuhan hotel dan restoran," kata Agung, Rabu (12/7).
BACA JUGA: Target Bangun 5 Ribu Toko Tani, Kementan Gandeng PP Polri
Agung menambahkan, kondisi penurunan impor secara drastis ini patut diapresiasi sebagai pencapaian pembangunan pertanian di era pemerintahan Jokowi-JK. Dia mengkritisi adanya pernyataan sejumlah pengamat yang menjumlahkan nilai impor dari 2014 sampai dengan 2016 sebagai tolak ukur yang mengarah pada persepsi ketidakberhasilan pembangunan pertanian.
"Setelah berhasil mencapai swasembada beras pada 2016, pemerintah menargetkan swasembada jagung selambat-lambatnya tahun depan dan bawang putih pada 2019," kata dia.
BACA JUGA: Banyak Kalangan Apresiasi dan Dukung Sektor Pertanian
Agung juga optimistis bahwa pemerintah bisa menjadi lumbung pangan dunia pada 2045. Agung menyebutkan, upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan memang membutuhkan kebijakan dan program yang sistematis dan berkelanjutan. Swasembada beras, kata dia, tidak akan tercapai tanpa kerja keras dan kerja sama berbagai pihak.
Dia mengingatkan, untuk meningkatkan produktivitas padi, pihaknya melaksanakan program upaya khusus (UPSUS). Dalam program ini, pemerintah memantau luas tambah tanam (LTT) padi di seluruh kawasan Indonesia setiap hari dengan mengoptimalkan peran jajarannya dan TNI.
“Sebelum adanya UPSUS, selama 16 tahun, Indonesia kerap dihadapkan pada permasalahan paceklik permanen yang terjadi karena luas tanam bulanan padi pada Juli sampai September hanya berada pada kisaran 500 ribu-600 ribu hektare. Dalam program UPSUS telah melakukan terobosan dengan menjaga luas tanam bulanan padi pada Juli-September minimal 900 ribu hektare, sehingga sejak 2016 Indonesia sudah tidak dihadapkan permasalahan paceklik”, ucap Agung.
Program UPSUS yang dijalankan pemerintah ini berhasil meningkatkan produktivitas padi secara signifikan. Pada 2015, kata dia, produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 75,55 juta ton. Angka ini meningkat 4,66 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 70,85 juta.
Sedangkan produksi pada 2016 lebih dari 79 juta ton. Peningkatan produktivitas dengan didukung penyerapan gabah secara maksimal berimbas pada stok beras nasional.
"Sesuai data yang dimiliki Bulog, saat ini stok beras kurang lebih sebanyak 1,7 juta ton. Stok tersebut dinilai sangat mencukupi kebutuhan beras nasional hingga akhir tahun 2017," tandas dia. (mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seperti ini Pencapaian 3 Tahun Sektor Pertanian Era Jokowi JK
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga