jpnn.com, JAKARTA - Perubahan petani diarahkan menjadi korporasi untuk memperkuat kawasan Food Estate.
Produksi yang dihasilkan nantinya diharapkan tidak hanya soal kuantitas, tetapi juga memberikan nilai tambah kepada petani dan usaha tani.
BACA JUGA: Kementan Genjot Produktivitas Padi di Lahan Food Estate
Sejak 2020, Kementerian Pertanian mulai menggarap tiga kawasan Food Estate yaitu Provinsi Kalimantan Tengah, tepatnya Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas, Provinsi Sumatera Utara di Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementan Prof. Dedi Nursyamsi mengatakan pengembangan Food Estate ini berbasis korporasi petani.
BACA JUGA: Food Estate, Mengubah Semak Belukar menjadi Lahan Produktif
Untuk itu, penyuluhannya juga harus digarap dengan menyentuh kelembagaan petani (Poktan, Gapoktan) dan kelembagaan ekonomi petani (KEP).
Menurut Prof. Dedi, transformasi ini tak hanya dari segi manajemen organisasinya, tetapi juga usaha tani.
BACA JUGA: BPPSDMP Lakukan Penguatan Penyuluh Lewat Kostratani
Sebab, usaha pertaniannya berskala besar dengan klasterisasi, multikomoditas, terintegrasi hulu hilir, menggunakan alsintan modern (mekanisasi dan sistem digitalisasi), termasuk manajemen corporate dan profesional.
"Pembangunan korporasi ini berbasis manajemen agribisnis. Korporasi diawali dari klaster dan membentuk kawasan dan menggandeng BUMN," tambahnya.
Menuju korporasi, Prof Dedi mengatakan, transformasi poktan dan gapoktan ini bisa dari gapoktan bersama atau kelembagaan ekonomi petani (KEP) berupa Badan Usaha Milik Petani (BUMP).
BUMP ini berkonsolidasi bersama dengan komitmen, menetapkan sistem sharing sumber daya dan kerja sama bisnis antara mereka. "Termasuk penetapan sharing modal untuk pembentukan korporasi," ujarnya.
Dalam korporasi, ungkap Dedi, manajemen usaha taninya tak hanya urusi produksi tetapi juga hilirisasi, sehingga petani tak hanya berdaya secara ekonomi dan sosial saja tetapi juga mampu sejahtera.
Prof Dedi mencontohkan, setidaknya ada delapan gapoktan bersama di kawasan Food Estate Kalteng, seperti Gapoktan Bersama Khapas Mandiri di Kecamatan Kahayan Kuala, Pandih Batu dan Sebangau Kuala.
Selanjutnya, Gapoktan Bersama Jaya Sejahtera di Kecamatan Pandih Batu, Gapoktan Bersama Kahayan Modern di Kecamatan Maliku dan Kahayan Hilir, Gapoktan Bersama Bataguh Makmur di Kecamatan Bataguh.
Kemudian, Gapoktan Bersama Tamban Kuala Bersatu di Kecamatan Tamban Catur dan Kapuas Kuala, Gapoktan Bersama Makmur Bersama Kecamatan Kapuas Timur dan Pulau Petak, Gapoktan Bersama Sangga Lau Kecamatan Basarang, Kapuas Barat, Selat, dan Gapoktan Bersama Sepakat Maju Bersama di Kecamatan Kapuas Murung dan Dadahup.
Upaya korporasi petani ini tentu saja sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang menginginkan berbagai komoditas pertanian bisa dirancang lebih baik, mulai dari hulu ke hilirnya.
"Dengan korporasi, mekanisasi intervensi teknologi juga bisa kita manfaatkan. Teknologi itu untuk efisiensi dan efektivitas," tuturnya.
SYL bahkan menegaskan pengembangan korporasi ini adalah bagian dalam mengukuhkan ketahanan pangan Indonesia.
Pengembangan pertanian berbasis kawasan korporasi petani pun di fasilitasi dengan dana kredit usaha rakyat (KUR) untuk kemajuan, modern, dan kemandirian petani.
Untuk diketahui, Food Estate menjadi salah satu program superprioritas dan strategis dalam pembangunan pertanian nasional 2021.
"Pengembangan korporasi petani menjadi prioritas agar petani menguasai produksi dan bisnis pertanian dari hulu ke hilir," ujarnya.
Korporasi petani bukan sekadar bertumpu pada produktivitas dan kualitas produksi pertanian, namun lebih banyak ditentukan kemampuan SDM menjalankan bisnis yang profit oriented.
Sebab, petani harus mendapat untung. Petani menjual beras sebagai produk hilir, bukan gabah sebagai produk hulu. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy