jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kembali menggugat kenaikan iuran BPJS Kesehatan ke Mahkamah Agung (MA).
Rabu (20/5), KPCDI mendaftarkan permohonan uji materi ke MA untuk mempersoalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur besaran kenaikan BPJS Kesehatan.
BACA JUGA: Komunitas Pasien Cuci Darah Bakal Lawan Keputusan Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
Kuasa hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 memperlihatkan pemerintah tidak memiliki empati terhadap masyarakat yang sedang menghadapi kondisi serbasulit. Selain itu, kenaikan premi asuransi negara itu juga tak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU BPJS.
“Ketika ketidakadilan berubah menjadi suatu hukum yang dipositifkan, maka bagi kami selaku melakukan perlawanan di muka hukum merupakan suatu hal yang diwajibkan. Apa yang kami lakukan ini untuk mengontrol kebijakan menjadi suatu kebutuhan dan bukanlah karena suatu pilihan semata," kata Rusdianto.
BACA JUGA: Istana Anggap Kenaikan Iuran BPJS Sebagai Bentuk Solidaritas ke Negara
KPCDI dalam permohonannya juga akan menguji apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah sesuai dengan tingkat perekonomian masyarakat saat ini. Sebab, pandemi virus corona telah memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan meningkatkan jumlah penganggur.
“Daya beli masyarakat juga turun. Seharusnya pemerintah mempertimbangan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan," tegasnya.
BACA JUGA: Iuran BPJS Kesehatan: Komparasi Tinggalan SBY dan Kenaikan Era Jokowi
Rusdianto juga mengingatkan pemerintah memperhatikan pendapat MA tentang akar masalah BPJS Kesehatan yang ada pada tata kelola secara keseluruhan. Sebab, BPJS Kesehatan tetap defisit meski sudah disuntik dana.
"Untuk itu perbaiki dulu internal manajemen mereka, kualitas layanan, barulah kita berbicara angka iuran. Karena meski iuran naik tiap tahun, BPJS Keseahatan akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola manajemennya,” ucap Rusdianto.
Lebih lanjut Rusdianto mengatakan, gugatan uji materi itu untuk menilai apakah kenaikan premi sudah sesuai dengan tanggung jawab BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada seluruh pesertanya. “Harus bisa dibuktikan adanya perubahan perbaikan pelayanan, termasuk hak-hak peserta dalam mengakses obat dan pengobatan dengan mudah," tandasnya.
KPCDI pernah menggugat kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019. MA mengabulkan gugatan tersebut sehingga pemerintah membatalkan kenaikan BPJS Kesehatan yang sudah telanjur berlaku pada Januari-Maret 2020.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam