jpnn.com - BATAM - Sekretaris Komisi III DPRD Batam, Helmy Hemilton menilai kenaikan tarif perpanjangan UWTO di Pulau Batam, Kepri akan semakin menyusahkan masyarakat.
"Jangankan pengusaha, masyarakat kecil akan kian susah kalau kebijakan baru ini tidak direvisi," katanya seperti diberitakan Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.
BACA JUGA: Ketua REI: Aturan Baru Ini Tetap Memberatkan Warga Membeli Rumah
Helmy juga menegaskan bahwa penghapusan perpanjangan UWTO adalah harga mati yang harus diperjuangan masyarakat Batam. Selama ini masyarakat hanya sebagai penyewa lahan yang dimiliki BP Batam dengan status hak guna bangunan (HGB) dan bukan hak milik.
"Lahan yang kami tempati di Batam hanya sewa. Tapi tarifnya sangat mencekik. Daya saing seperti apa yang diusung jika harga sewa saja sudah semahal ini. Kami jelas menolak kenaikan tarif UWTO ini," ujar politikus Demokrat tersebut.
BACA JUGA: Pengusaha Batam Resah dan Merasa Dirampok
Helmy juga menyebutkan perekonomian di Batam saat ini sedang lesu. Industri dan sektor properti terpapar kelesuan ekonomi global dan nasional. Harusnya BP Batam tidak menambah beban masyarakat dengan kenaikan tarif UWTO ini. Ia menilai pimpinan baru BP Batam telah membuat gaduh dunia usaha dan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto mengatakan penyesuaian tarif ini bertujuan untuk menyelaraskan kontinuitas pengembangan Batam. Sehingga dibuatlah konsep tarif atas dan tarif bawah dengan tujuan agar tidak ada lagi revisi ke Kementerian Keuangan.
BACA JUGA: HCML : Kami Beroperasi Sesuai Aturan Pemerintah
"Secara konsep nilai saat ini akan berlaku hingga tiga tahun kedepan dan nilainya hanya 25 persen dari tarif maksimal," jelasnya.
Prioritas di Batam saat ini adalah untuk mengembangkan industri berteknologi tinggi dengan harapan dapat menyerap tenaga kerja lokal sebanyak-banyaknya.
"Dan untuk pemukiman akan diarahkan ke Batam Selatan dan menjurus kepada pemukiman vertikal," ungkapnya.
Sedangkan untuk perbaikan pelayanan, Eko mengaku sudah mulai membenahi sistem perizinan lahan yang sebelumnya kacau. "Dimulai dari pemanggilan pemilik lahan tidur karena ada sekitar 7800 hektare lahan tidur di Batam yang tidak termanfaatkan," jelasnya.
Setelah proses pemanggilan, hanya ada sekitar 190 orang yang memenuhi panggilan dan bersedia PL-nya dicabut BP Batam. "Namun mereka ini pengusaha-pengusaha yang lemah yang bahkan tak punya rencana bisnis yang baik," jelasnya.
Ia berjanji ke depannya BP Batam akan benar-benar memperbaiki pelayanan lahan dengan tujuan untuk meningkatkan dunia investasi di Batam.(spt/leo/she/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Buset, Pungli Pak Tua Ini Bisa Capai Belasan Juta per Bulan
Redaktur : Tim Redaksi