jpnn.com, JAKARTA - Masing-masing orang memiliki sistem kekebalan tubuh (sistem imun) yang bekerja sistematis mencari dan menghancurkan 'agen' yang berpotensi menyerang kekebalan tubuh.
Pada situasi normal sistem imun ini bisa mengenali sel tubuh dan atau sel asing yang berpotensi membahayakan tubuh manusia.
BACA JUGA: Waspadai Penyakit Autoimun, Kenali Gejalanya, Ternyata
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Alergi Imunilogi di Siloam Hospital Sriwijaya Palembang, dr. Masdianto Musai, Sp.PD-KAI, FINASIM., mengatakan, penyakit autoimun merupakan sistem imun yang mengubah targetnya dan menyerang sejumlah sel tubuh dengan melepaskan protein (disebut autoantibodi).
Hampir semua organ di dalam tubuh manusia bisa menjadi lokasi berkembangnya penyakit autoimun.
BACA JUGA: Dokter Spesialis Bantah Anggapan Keliru Vaksin Moderna dan Autoimun
"Ada lebih dari 100 jenis keluhan penyakit yang bisa dikategorikan kumpulan penyakit autoimun," kata dr. Masdianto dalam edukasi kesehatan di aplikasi Live Instagram Siloam Hospitals Sriwijaya, baru-baru ini.
Dia melanjutkan beberapa penyakit autoimun hanya menargetkan satu organ. Sementara, ada pula dampak dari autoimun ini yang bisa memengaruhi seluruh tubuh.
BACA JUGA: Waduh, Ini 3 Makanan yang Harus Dihindari Penderita Penyakit Autoimun
Masdianto menjelaskan, penyakit autoimun belum teridentifikasi secara pasti penyebabnya. Namun, terdata jelas seperti layaknya penyakit penyakit lain, faktor penyebab cenderung dikarenakan oleh faktor Genetik (keturunan), lingkungan tempat tinggal, gaya hidup yang tidak sehat, termasuk perubahan hormon dan Infeksi.
"Merokok tembakau, konsumsi alkohol, obesitas dan atau penyakit penyerta lain merupakan faktor risiko. Data valid pun menunjukkan adanya faktor risiko tinggi kepada wanita rentan usia 20-50 tahun," bebernya.
Lebih lanjut dikatakan penyakit autoimun, bahkan dimulai dengan sejumlah gejala ringan, misalnya kelelahan, pegal otot, demam ringan dan lainnya. Namun, gejala ini berkepanjangan atau dalam kurun waktu yang cukup lama.
Dokter Masdianto mengatakan, pencegahan autoimun bisa dengan melakukan pemeriksaan 'Immune Risk', yaitu pemeriksaan genomik.
Ini untuk mengidentifikasi berdasarkan faktor genomik seseorang dengan mengacu pada faktor risiko pada penyakit autoimun.
Dia mengingatkan dalam pencegahannya, dilengkapi dengan perbaikan faktor lingkungan tempat tinggal dan perbaikan gaya hidup yang sehat sebagai pencegahan terbaik terhadap penyakit autoimun.
Di awal pencegahan autoimun, dokter akan mendiagnosa penyakit ini tentunya diawali dengan wawancara, pemeriksaan fisik, tes ANA (antinuclear antibodi) yang berfungsi guna mengetahui aktifitas antibodi yang menyerang tubuh dan dilanjutkan melakukan tes autoantibody untuk mendeteksi karateristik antibodi dalam tubuh, tes darah dan lainnya.
"Pahami bahwa sebagian besar atau banyak keluhan penyakit autoimun belum bisa disembuhkan dengan obat," ujarnya.
Namun, kata dokter Masdianto, jika gejala timbul bisa diringankan dan dicegah agar tidak memburuk atau flare. Pengobatannya pun akan merujuk pada penyakit yang diderita pasien.
Masdianto mengatakan penyakit autoimun sangat bisa berkomplikasi serius ke penyakit atau keluhan seperti jantung, kerusakan syaraf atau organ seperti hati, ginjal, depresi atau gangguan kecemasan.
Bagi wanita yang terdiagnosis autoimun dengan rencana kehamilan, umumnya mengacu data terdiri akan kondisi 6 bulan stabil, dokter akan mengizinkan untuk melanjutkan proses kehamilan.
"Namun, dokter tetap akan menjelaskan tiga kemungkinan penyakit autoimun yang diderita selama kehamilan, yaitu terjadi perburukan, stabil atau sama saja dan tentunya terjadinya perbaikan karena kehamilannya," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad