jpnn.com, PALEMBANG - Potensi konflik dalam pelaksanaan pilkada serentak 2018 harus terus diantisipasi. Langkah deteksi dini sangat penting agar tidak muncul gangguan dalam pelaksanaan pilkada.
“Perlu dicermati, diantisipasi, sehingga tidak sampai terjadi (konflik pilkada,red),” pesan Kepala Biro Operasi Polda Sumsel Kombes Pol Edi Setio Budi Santoso, kemarin.
BACA JUGA: Presidential Threshold 20â25 Persen bagi Golkar Harga Mati
Dikatakan, ada beberapa hal yang bisa menimbulkan potensi konflik. Seperti persoalan masalah tapal batas wilayah yang masih banyak terjadi.
Pemerintah diharapkan dapat cepat mengantisipasi, sehingga tidak sampai terjadi konflik di lapangan.
BACA JUGA: PDIP Mau Sistem Terbuka asal Presidential Threshold 20â25 Persen
Potensi lain, seperti pengurus parpol ganda, gangguan kamtibmas, calon petahana yang melakukan kecurangan.
“Penyelenggara pilkada juga harus bersih. Artinya, yang menjadi penyelenggara pemilu bukan orang yang berasal dari partai politik,” ucapnya.
BACA JUGA: Yakin Aturan Pemilu 2019 Tidak Akan pakai UU Lama
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumsel Andika Pranata Jaya SSos, menyampaikan enam dominasi permasalahan yang muncul dalam pemilu dan pilkada.
Pertama masalah soal rekap suara tidak sama, khususnya yang ada dalam formulir C1. Kedua, persoalan syarat pencalonan dan syarat calon, seperti ijazah calon.
Ketiga, dengan persoalan dualisme parpol. Keempat, persoalan daftar pemilih. Dimana nantinya akan dilakukan singkronisasi data DP4 dengan melaksanakan pemutakhiran data.
Kelima, masalah netralitas PNS, dengan menggunakan fasilitas negara. “Terakhir, persoalan kampanye. Karena kampanye akan dilaksanakan juga menjadi titik rawan,” jelasnya.
Sementara, dalam berbagai Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Polpum Kemendagri) terus mendorong agar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di 171 daerah yang akan menggelar pilkada 2018, memperkuat Tim Pemantauan, Pelaporan, dan Evaluasi Perkembangan Politik di Daerah.
Kepala Subdit Fasilitasi Peningkatan Demokrasi Direktorat Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri Dr Akbar Ali, M.Si menjelaskan, tim yang pembentukannya dipayungi Permendagri Nomor 61 Tahun 2011 ini merupakan semacam tim deteksi dini, yang selama ini sudah ada.
“Pemantauan, evaluasi, pelaporan, bukan sesuatu yang baru. Ini pekerjaan rutin jajaran Kesbangpol setiap hari,” ujar Akbar Ali.
Hanya saja, lanjutnya, karena tensi politik selalu naik setiap menjelang, saat, dan pasca-pilkada, maka Kerja Tim Pemantauan harus ditingkatkan.
“Tim ini fokus pada aspek politiknya saja. Karena tensi politik selalu naik kalau ada agenda demokrasi, termasuk pilkada. Maka Tim Pemantauan ini harus fokus melakukan pemantuan pra-pilkada, saat pilkada, dan pasca-pilkada,” terang Akbar Ali.
Dia juga meminta agar Tim Pemantau ini membuat laporan ke Ditjen Polpum Kemendagri. Laporan yang dibuat diharapkan berisi data-data rinci.
“Jika laporan terperinci maka akan banyak informasi yang kita dapatkan. Dengan demikian, jika ada sesuatu maka kita bisa mengeluarkan rekomendasi untuk solusinya,” harapnya.
Sebelumnya, Dirjen Polpum Kemendagri Mayjen Soedarmo juga sudah mengingatkan para Kepala Badan Kesbangpol mengenai pentingnya melakukan deteksi dini jelang pelaksanaan PIlkada serentak 2018.
“Dibentuknya tim ini agar Badan Kesbangpol bisa melaksanakan tugas deteksi ini, peringatan dini, dan pencegahan dini,” ujar Soedarmo dalam berbagai kesempatan. (bis/air/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Konsisten soal Presidential Threshold, Ini Alasannya
Redaktur & Reporter : Soetomo