Sudah lebih dari 70.000 orang di Indonesia meninggal dunia karena COVID-19, di antaranya ada tenaga kesehatan dan kalangan profesional yang ahli di bidangnya. Kini keahlian mereka juga hilang bersama dengan kepergian mereka.

Bambang Purwoko, dosen di Departemen Politik dan Pemerintahan  Fisipol di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, meninggal dunia hari  Kamis (15/07).

BACA JUGA: Ketika Warga Miskin RI Luput dari Penanganan COVID-19

"Kita kehilangan seorang ahli pemerintahan Papua," kata Nanang Indra Kurniawan, dosen di jurusan yang sama kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.

"Di departemen kami, kehilangan Mas Bambang adalah kehilangan dosen yang memang selama ini memfokuskan pada skill praktis manajemen pemerintahan.

BACA JUGA: Apeksi Kemukakan 4 Kendala Dalam Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19

"Kompetensi ini khas Mas Bambang di mana para yuniornya sekarang di departemen lebih banyak fokus pada aspek teoritik."

Menurut Nanang Kurniawan yang menyelesaikan pendidikan doktoral di University of Melbourne tersebut, Bambang Purwoko juga dikenal karena perhatiannya yang besar terhadap Papua.

BACA JUGA: Anggota Dewan ini Merelakan Gajinya untuk Warga Terdampak COVID-19, yang Lain Kapan?

Komitmennya pada Papua selama lebih dari lima belas tahun terakhir telah membuat dia memiliki pengetahuan mendalam tidak hanya pada aspek politik dan pemerintahan tapi juga kultur masyarakat Papua," kata Nanang lagi.

"Ini menjadikan dia memiliki keahlian kuat tentang Papua dan didengarkan betul cara pandang dan usulannya tentang Papua ke pemerintah pusat."

Menurut Rustamadji dari Satgas COVID-19 di Yogya, di kalangan dosen UGM saja sudah ada beberapa dokter yang meninggal dunia bersama dengan keahlian mereka yang sangat spesifik. 

"Di Fakultas Kedokteran saja sejauh ini yang meninggal ada seorang ahli mata, seorang ahli kanker, seorang ahli masalah kandungan, satu orang anestesi, dan satu orang ahli di bidang farmakologi dan epidemiologi klinik," katanya. Bukan tenaga kesehatan lapis pertama saja

Dalam dua minggu pertama bulan Juli ini, varian delta virus corona yang sangat cepat menular telah menyebabkan 114 dokter di Indonesia meninggal dunia. Ini adalah jumlah kematian tertinggi yang dialami dokter sepanjang pandemi.

Namun, di balik kematian sejumlah tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan COVID-19, mereka yang bekerja di 'lapis kedua' di bidang kesehatan seperti dokter gigi, apoteker atau psikolog juga banyak yang terpapar COVID-19.

Taru Guritna adalah psikolog yang sedang mengerjakan disertasi doktoral, dan juga aktif sebagai pamong  atau mentor di pusat kepemimpinan Wijaya Karya di Jakarta sebagai konsultan untuk beberapa perusahaan.

"Saya termasuk penyintas COVID yang harus masuk ICU hampir dua minggu di bulan Februari lalu," kata Taru kepada ABC.

Taru mengatakan, selama pandemi dia terlibat dalam dua kelompok yang berusaha membantu para tenaga kesehatan dengan menyiapkan baju APD, memberikan makanan, serta membuat pelindung wajah untuk dibagi-bagikan ke berbagai rumah sakit.

"Saya tidak menyesal telah membantu jadi sukarelawan," katanya.

Dr Andik Matulessy dari HIMPSI (Himpunan  Psikologi Indonesia) mengatakan sejauh ini belum tercatat adanya psikolog yang meninggal di Indonesia karena COVID saat menjalankan tugas profesional mereka, walau ada beberapa orang yang tertular. Lebih dari 60 orang dokter gigi meninggal dunia 

Namun menurut Wakil Sekjen Persatuan Dokter Gigi Seluruh Indonesia (PDGI) drg Iwan Dewanto, PhD, sampai hari Selasa (20/07) sudah ada 60 dokter gigi yang meninggal dunia karena COVID.

"Di hari Minggu kemarin ada tiga orang yang meninggal termasuk seorang profesor. Dari 60 yang meninggal tersebut, beberapa di antaranya adalah tenaga pengajar di universitas dan sudah menyandang gelar profesor sehingga kita sangat kehilangan mereka," kata drg Iwan Dewanto.

Menurut drg Iwan sejauh ini PDGI tidak bisa merinci apakah semua dokter  gigi itu meninggal setelah terkena COVID di tempat praktek atau di tempat lain.

"Kami juga melakukan penelitian untuk dipublikasikan ke jurnal mengenai mereka yang terpapar COVID untuk perbaikan di masa sekarang dan ke depan."

Ia menambahkan, PDGI mengidentifikasi beberapa masalah, seperti ruangan praktek dokter gigi yang harus diubah sesuai panduan masih sulit untuk segera dilaksanakan oleh puskesmas dan beberapa praktik mandiri dokter gigi.

"Temuan kami lainnnya adalah rerata dokter gigi sangat rentan terpapar setelah praktik, saat kelelahan dan saat sudah melepaskan APD level 3nya," katanya.

Berkenaan dengan kepakaran yang dimiliki para dokter gigi, menurut Iwan Dewanto, pandemi COVID ini sudah memakan korban besar karena sebenarnya dalam kondisi sebelum pandemi pun Indonesia masih kekurangan dokter gigi.

"Kepakaran yang mengalami kehilangan adalah [saat] meninggalnya ketua kolegium bagian konservasi gigi (tambal gigi). Untuk yang meninggal paling banyak adalah dokter gigi umum kemudian diikuti oleh spesialis orto (kawat)," lanjut Iwan.

Selain 60 orang meninggal, dalam catatan PDGI sampai bulan April ada 462 dokter gigi yang positif tertular COVID-19. Apoteker juga menjadi korban

Selain dokter dan dokter gigi, kalangan profesional lain di bidang kesehatan adalah apoteker. Saat ini ada sekitar 90 ribu apoteker di Indonesia yang memiliki surat tanda registrasi. 

Sejak pandemi mereka yang meninggal setelah terpapar COVID-19 adalah 42 orang.

Dan menurut apt. Noffendri, Ssi, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), jumlah apoteker yang meninggal di bulan Juli 2021 ini tercatat sebagai yang tertinggi.

"Dari laporan yang kita terima sejauh ini di bulan Juli ada 11 orang yang meninggal. Yang paling tinggi terjadi di kawasan Jabodetabek, di mana pernah dalam satu hari ada lima orang apoteker yang meninggal," kata Noffendri kepada ABC Indonesia.

Menurutnya walau apoteker tidak menangani langsung pasien COVID-19 positif namun mereka rentan terkena karena bekerja di lingkungan fasilitas kesehatan.

"Mereka bekerja di rumah sakit, di puskesmas dan di apotik dimana semua memiliki resiko untuk terkena. Sebagian lagi terpapar dari keluarga," lanjut Noffendri. Kehilangan kepakaran dan dedikasi

Bambang Purwoko selain menjadi akademisi di UGM, menurut sejawatnya Indra Nanang Kurniawan,  juga memiliki komitmen dan dedikasi langsung terhadap anak-anak Papua.

"Di sebelah rumahnya dibikin asrama untuk mahasiswa baru Papua di  Yogya dan diberikan pendampingan akademik agar mampu mengikuti perkuliahan," kata Nanang.

"Inisiatifnya di Pokja Papua UGM juga mendorong program bantuan guru di daerah pedalaman yang kekurangan pendidik."

Karena kepakarannya, beberapa orang sebelumnya menduga Bambang Purwoko sudah menyandang gelar profesor sehingga dalam sebuah acara rapat kerja dengan DPR ada gelar Prof di depan namanya.

Beberapa waktu lalu, Bambang Purwoko di laman Facebook-nya mengkoreksi gelar guru besar. Namun, ia akan selalu dikenang karena kontribusinya dan dedikasinya yang besar semasa hidupnya. 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dari Muslim Aborigin Sampai Etnis Minoritas, Begini Potret Komunitas Umat Islam di Australia

Berita Terkait