Kepala BMKG: Perubahan Iklim Jadi Tantangan Terbesar Umat Manusia

Kamis, 16 November 2023 – 14:02 WIB
Seminar Nasional  "Perspektif Daerah: Rekomendasi Penanganan Perubahan Iklim untuk Pemerintah Mendatang" di Jakarta, Rabu (15/11). Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Perubahan iklim memberikan dampak sangat serius terhadap berbagai sektor, di antaranya kesehatan, pertanian, dan perekonomian, bahkan bisa menghancurkan semua kehidupan di muka bumi.

Oleh karena itu, penanganan perubahan iklim mesti menjadi prioritas dalam pemerintahan mendatang.

BACA JUGA: Kementan Sigap Hadapi Perubahan Iklim Lewat Sistem Peringatan Dini & EWS SIPANTARA

"Perubahan iklim merupakan tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Seminar Nasional  "Perspektif Daerah: Rekomendasi Penanganan Perubahan Iklim untuk Pemerintah Mendatang" di Jakarta, Rabu (15/11).

Saat ini, ujarnya, laju pemanasan global sudah sekitar 1.2 derajat Celcius di atas periode pra-industri, dan tahun 2023 diwarnai dengan banyak pemecahan rekor temperatur di banyak lokasi di dunia.

BACA JUGA: Perubahan Iklim, AFFA Gencarkan Peralihan ke Pola Makan Berbasis Nabati

Sehingga terdapat peluang signifikan 2023 akan menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim. 

Selain itu, dengan perkembangan laju perubahan iklim seperti sekarang, terdapat peluang signifikan bahwa batas kenaikan 1.5 derajat Celcius yang disepakati dalam Paris Agreement akan dilewati pertama kalinya dalam beberapa tahun mendatang. 

BACA JUGA: Pakar Lingkungan: PLTA Solusi Atasi Perubahan Iklim

"Oleh karena itu, umat manusia akan menghadapi dua tantangan utama pada pertengahan abad 21 yang akan datang yaitu tekanan pada sumber daya air pada banyak wilayah dunia yang dikenal sebagai global water hotspot," tuturnya.

Dampak lebih lanjut dari kelangkaan air ini adalah pada ketahanan pangan global.

Langkah antisipasi terbaik bagi Indonesia memastikan ketahanan air dan ketahanan pangan, agar Indonesia dapat berketahanan dan pembangunan dapat berlanjut.

Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur menambahkan, hingga 2023 laju perubahan iklim terus terjadi bahkan kondisi bumi makin mengkhawatirkan, kini dampak perubahan iklim telah dirasakan secara merata  di seluruh daerah di Indonesia, baik perkotaan maupun perdesaan.

Upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim akan sangat berat jika hanya ditanggulangi oleh pemerintah. 

"Karena itu penting ada dukungan dan kontribusi semua sektor di luar negara atau pemerintah. Dukungan dan kontribusi tersebut salah satunya kami wujudkan dalam bentuk pemberian pemikiran berupa saran dan rekomendasi untuk penanganan perubahan iklim," tutur Hayat Mansur. 

Dia mengatakan selama ini pemerintah telah memiliki komitmen dan melakukan berbagai upaya untuk penanganan masalah perubahan iklim.

Salah satu wujudnya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

Namun, itu tidak cukup dan perlu peran serta berbagai pihak untuk turut menangani perubahan iklim.

Salah satu upaya untuk mendorong penguatan kebijakan dalam pengendalian perubahan iklim, Yayasan Perspektif Baru (YPB) bekerja sama dengan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) dan sejumlah perguruan tinggi menggelar Kelompok Diskusi Terfokus (FGD) di Kalimantan Barat dan Sumatera Utara.  

FGD tersebut mengidentifikasi kendala dan tantangan dalam penanganan perubahan iklim di tingkat daerah, mendokumentasikan praktek terbaik yang telah dilakukan, serta merumuskan rekomendasi penanganan perubahan iklim untuk lima tahun mendatang. 

"Hal ini agar penanganan perubahan iklim dapat terus berkelanjutan," ujarnya.

Hasil dari FGD ini diolah dan dituangkan ke dalam sebuah Recommendation Paper, yang diharapkan dapat  memperkaya perspektif berbagai pihak dalam merumuskan kebijakan publik untuk penanganan perubahan iklim pada lima tahun mendatang.

Termasuk untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah  (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2025-2029. 

Upaya sosialisasi hasil FGD dan Recommendation Paper, YPB dan KAS, bersama dengan FISIP Universitas Tanjungpura dan FISIP Universitas Sumatera Utara, menggelar Seminar Nasional di Jakarta dengan tema "Perspektif Daerah: Rekomendasi Penanganan Perubahan Iklim untuk Pemerintah Mendatang" yang dihadiri berbagai stakeholder terkait.

Hadir sebagai pembicara adalah adalah Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, Dekan FISIP Universitas Tanjungpura Dr. Herlan, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara Harmona Daulay, M.Si, dan Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad. 

Tampil sebagai keynote speaker Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D, Kepala BMKG, dan Laksmi Dhewanthi, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 

Sementara itu, Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad mengatakan upaya simultan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim seharusnya menjadi modal penting bagi delegasi Indonesia dalam memperjuangkan climate justice di tingkat global. 

"Negara-negara dengan emisi paling bersejarah harus menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar dan secara sungguh-sungguh menjalankan kewajiban mereka dalam mengatasi perubahan iklim," tegasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Inovasi Penanganan Perubahan Iklim Lewat Diskusi Panel IFCS 2023


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
BMKG   Perubahan iklim   hotspot   KLHK  

Terpopuler