jpnn.com - JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar tak pernah lelah mengingatkan bahaya dampak narkoba.
Kasus tabrakan Mitsubishi Outlander maut merenggut empat nyawa dan tiga korban luka-luka di Jalan Alteri Pondok Indah adalah contoh terbaru.
BACA JUGA: Soal Minimarket Jual Miras, Ahok Nurut Mendag
Pelakunya, Christopher Daniel, 22, terbukti mengonsumsi narkotika golongan 1 jenis LSD. Tepat dua tahun lalu di bulan yang sama, peristiwa lebih tragis terjadi di Tugu Tani, Jakarta Pusat. Pengemudi Xenia maut, Afriyani Susanti, menabrak belasan pejalan kaki.
Sembilan orang di antaranya tewas. Afriyani terbukti mengonsumsi alkohol dan narkoba. Belum lagi berbagai kasus kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh barang haram itu.
BACA JUGA: Inilah Hebatnya Narkoba Jenis si Mungil LSD
Anang menegaskan, kejahatan narkoba adalah extra ordinary crime atau kejahatan tingkat tinggi. Penanganannya pun harus dijalankan secara luar biasa.
Salah satunya yaitu penerapan hukuman mati tak bisa ditawar-tawar lagi kepada mafia narkoba. Sebab, dari ulah para bandar itulah generasi bangsa Indonesia mati sia-sia.
”Ini fakta loh yang berbicara. Saya tidak mengarang-ngarang. Di negara ini setiap hari rata-rata 40 korban meninggal karena narkoba,” paparnya.
Menurut Anang juga, korban meninggal bisa dari penggunanya sendiri atau orang lain yang mati akibat efek negatif pengguna narkoba itu. Anang juga berharap, penegak hukum konsisten dengan penerapan hukuman mati. Tujuannya untuk memberi efek jera agar kejahatan narkoba di tanah air tidak berkembang lebih besar.
Anang menilai, ada tiga hal yang dapat membuat pelaksanaan hukuman mati terkait mafia narkoba tidak efektif. Salah satunya adalah integritas penegak hukum.
BACA JUGA: Honorer Hanya Ingin Jadi PNS, Bukan PPPK
”Hukuman mati tidak akan efektif apabila kurangnya integritas dari penegak hukum yang menangani kasus narkoba baik dari tingkat penyidikan sampai pelaksanaan eksekusi,” kata Anang.
Menurut Anang juga, moral dan mental penegak hukum harus betul-betul dijaga. ”Mereka harus benar-benar melakukan upaya memberantas narkoba secara profesional, hati nurani mereka harus digunakan untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia,” ucap juga perwira tinggi Polri itu lagi.
Hal kedua yang dapat membuat hukuman mati tidak efektif adalah tidak konsistennya pengambil kebijakan terhadap pelaksanaan eksekusi hukuman mati.
”Semua di sini harus konsisten dengan upaya menghukum mati terpidana narkoba itu sama saja kita menghargai dan menghormati HAM rakyat Indonesia, konsistensi untuk tetap menjaga kedaulatan tanpa terpengruh intervensi,” tegas Anang juga.
Ketiga adalah selalu diulur-ulurnya waktu pelaksanaan eksekusi mati. ”Eksekusi hukuman mati harus dilaksanakan, jangan diulur-ulur. Karena semakin lama diulur menggambarkan kelenturan pemerintah dalam memerangi narkoba, bahkan akibatnya hampir 75 persen bisnis narkoba dikendalikan dari dalam penjara,” tandas lagi jenderal bintang dua tersebut. (dni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Talangan Lapindo di RAPBNP 2015 Berbentuk Piutang
Redaktur : Tim Redaksi