jpnn.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat dalam dua tahun terakhir kejahatan Tindak pidana pencucian uang (TPPU) melalui penipuan dengan skema Business Email Compromise (BEC) telah memasuki sistem keuangan Indonesia.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebutkan kejahtaan BEC makin diperparah sejak pandemi Covid-19. Para pelaku memanfaatkan suasana kecemasan dan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh krisis akibat pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Info Terbaru dari Irjen Argo Soal Bantuan Rp 2 Triliun: Tunggu Hasil Analisis dari PPATK
Menurut dia, kejahatan itu telah menjadi persoalan global dalam kurun waktu lima tahun terakhir dan merugikan ribuan pelaku bisnis dalam jumlah puluhan miliar USD setiap tahunnya.
BEC merupakan salah satu bentuk kejahatan siber dengan cara melakukan penipuan dengan menggunakan surat elektronik (email) palsu atau peretasan email oleh pelaku kejahatan.
BACA JUGA: PPATK Temukan Inkonsistensi soal Donasi Rp 2 Triliun dari Keluarga Akidi Tio
Tujuannya adalah mengalihkan tujuan transfer dana ke rekening perusahaan yang sengaja didirikan dengan nama menyerupai perusahaan sebenarnya.
“Data menunjukkan bahwa kejahatan ini semakin meningkat di Indonesia," kata Dian seperti dikutip dari Antara, Kamis (19/8).
BACA JUGA: Aduh, Polri dan PPATK Saling Lempar soal Nasib Puluhan Rekening FPI
Dian menegaskan perlu langkah pencegahan dan penindakan yang sistemik dan konsisten pada kejahatan berskema BEC.
Pasalnya, kejahatan tersebut berpotensi akan menggerus integritas sistem perbankan dan keuangan di Indonesia di mata pelaku bisnis dan lembaga keuangan internasional.
"Pada gilirannya, hal ini dapat merusak persepsi dan reputasi baik negara," ujar Dian.
Kepala PPATK mengingatkan bahwa perlunya kehati-hatian semua pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis.
Dia menyebut perilaku para pelaku kejahatan siber selalu memanfaatkan kemudahan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha untuk mendirikan usaha dengan mengajukan perizinan berusaha secara elektronik.
Para pelaku bisnis juga diminta meningkatkan kewaspadaan, baik pada saat melakukan pembayaran ke luar negeri maupun pada saat menerima pembayaran.
“Apabila terjadi situasi yang tidak biasa, baik terkait rekening maupun jangka waktu pembayaran, agar sesegera mungkin melakukan klarifikasi dengan rekan bisnisnya,” imbaunya.
Dian merekomendasikan kepada perbankan untuk meningkatkan penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) dengan lebih baik di semua kantornya.
Bank diharapkan tidak menerapkan kebijakan pembukaan rekening baru sebagai ukuran kinerja dan tidak mengandalkan jasa pihak ketiga untuk menjaring nasabah baru.
Bank juga diminta untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan target penghimpunan dana pihak ketiga, termasuk dalam memperlakukan penerimaan dana dari luar negeri.
Bank harus melakukan due diligence dan enhance due diligence untuk memahami profil nasabah dengan baik, sebelum melakukan pembukuan ke rekening tujuan dari dana yang masuk dari luar negeri.
“Hal ini diperlukan mengingat transaksi keuangan yang terkait dengan BEC pada umumnya menggunakan layanan atau produk keuangan yang dimiliki oleh bank, di antaranya berupa transaksi transfer dana, penarikan dana secara tunai, dan penukaran valuta asing,” ujar Kepala PPATK.
Redaktur & Reporter : Elvi Robia