jpnn.com - JAKARTA – Pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu melahirkan banyak kecurangan. Pasalnya, banyak kandidat melakukan praktik kotor agar mendapat dukungan masyarakat.
Di antaranya ialah intimidasi, money politic hingga manipulasi suara. Gerakan Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia pun menyayangkan sikap Mahkamah Konstitusi.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Demianus-Adiryanus Laporkan Kesaksian Palsu
Mereka menilai, putusan sela MK dianggap tidak menegakkan hukum secara substansi. GMPPI menganggap MK berubah menjadi mahkamah kalkulator sehingga tidak memberikan keadilan terhadap pasangan calon.
Padahal, sesuai data data pelanggaran pemilu yang dijadikan sebagai dalil gugatan menggambarkan pelanggaran hukum yang benar benar terjadi.
BACA JUGA: Ini Tokoh-tokoh yang Dibidik PAN untuk Pilkada DKI
“Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri untuk segera tidak melantik Gubernur, Bupati, dan Walikota yang terlibat dalam kasus hukum," ujar Kordinator Gerakan Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia Saiful Lonthor, Rabu (3/2).
“Kalau proses kecurangan ini terus menerus dibiarkan dan MK berubah menjadi mahkamah kalkulator, maka akan menjadi contoh yg buruk untuk pilkada selanjutnya," tegas Saiful. (amd/jos/jpnn)
BACA JUGA: Ingin Wisata Danau Toba Kian Berkembang? Calon PDIP di Simalungun Harus Menang
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terungkap... Enam Daerah Banyak Lakukan Pelanggaran
Redaktur : Tim Redaksi