Keputusan MK Jadi Karpet Merah Dinasti Politik, Nia Sjafruddin: Drama Ini Harus Dihentikan

Senin, 16 Oktober 2023 – 22:44 WIB
Suasana sidang putusan gugatan uji materi batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10). Mahkamah Konstitusi (MK) menolak syarat usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Aktivis antidiskriminasi Nia Sjarifuddin menilai telah terjadi kemunduran demokrasi dan dinasti politik akibat perilaku pengelolaan kekuasaan dalam pemerintahan.

Fenomena itu mencuat seusai Mahkamah Konsitusi (MK) meloloskan gugatan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun dengan catatan pengecualian sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.

BACA JUGA: Peneliti: Putusan MK Membuka Peluang Gibran Jadi Cawapres untuk Prabowo

Nia yang juga Ketua Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI ) itu menilai hal tersebut sebagai upaya memuluskan jalan dinasti politik di Indonesia agar langkah Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024 tidak ada hambatan.

"MK itu juga sebuah agenda dari perjuangan demokrasi. Jadi, kami ingin menjaga marwah bernegara berbangsa ini sesuai dengan apa yang dicita-citakan," kata Nia yang menjadi pembicara pada Maklumat Juanda yang berjudul "Reformasi Kembali ke Titik Nol" di Jakarta Pusat, Senin (16/10).

BACA JUGA: Putusan MK Bikin Geger, Anies Baswedan: Kami Fokusnya Pendaftaran

Menurut Nia, praktik-praktik dinasti politik yang telah tumbuh dalam demokrasi tidak boleh dibiarkan terus berkembang dan harus dihentikan. Sebab, setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan.

"Bahwa apa yang kita lihat sekarang ini adalah sebuah bentuk 'karpet merah' yang berarti bukan sebuah keadilan untuk semua orang muda dalam kesempatan ini, itu yang kita lihat, jadi kami sangat mengkhawatirkan sekali kalau kita diam itu membiarkan bentuk-bentuk nepotisme yang selama ini selalu dilawan," ujar Nia.

BACA JUGA: BEM SI Minta MK Kembalikan Marwah Konstitusi, Jangan Menjadi Mahkamah Keluarga

"Artinya kita ingin menegakkan sesuai dengan konsensus Pancasila, keadilan itu untuk semua orang tidak boleh ada previlege untuk siapa pun, semua orang harus berkeringat untuk mencapai tempatnya masing-masing," imbuh dia.

Keputusan MK baru-baru ini diibaratkan layaknya sebuah drama dengan menyajikan hak istimewa bagi putra presiden. Meski masih berusia 36 tahun, tetapi pengalamannya sebagai wali kota jadi celah untuk bisa maju dalam Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto.

"Yang kita lihat sekarang adalah sebuah drama yang menurut saya harus dihentikan dan dikembalikan kembali pada spirit kebersamaan, pada spirit keadilan untuk semua orang," kata dia.

Nia meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia supaya tetap menanamkan watak karakter berbangsa dan bernegara yang dibalut dalam kebhinekaan demi menjaga agenda reformasi.

"Jadi, kita bagian dari tanggung jawab untuk terus menjaga agenda reformasi sampai kapan pun dan kita ingin mewariskan sebuah watak karakter berbangsa yang baik bukan untuk kepentingan kekuasaan yang terjadi," pungkas dia. (cuy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaesang Tanggapi Putusan MK yang Memungkinkan Gibran Maju Pilpres, Begini


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler