Keran Komunikasi Pemerintah dengan Ormas Harus Dibuka Lebar

Senin, 07 November 2016 – 23:13 WIB
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Presiden Joko Widodo pada Senin (7/11) sore mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi itu memang terus menjalin komunikasi dengan para ulama dan tokoh-tokoh agama untuk menciptakan suasana sejuk pasca-aksi unjuk rasa besar-besaran umat Islam pada Jumat lalu (4/11).

BACA JUGA: Hampir 100 Pengacara Bela Ahok Hadapi Proses Hukum

Pengamat politik Emrus Sihombing pun menilai kunjungan Presiden Jokowi ke kantor PBNU dan berdialog dengan sejumlah ulama merupakan langkah yang sangat baik. "Kunjungan ini tentu sangat baik dalam rangka menjalin komunikasi silaturahmi dan atau komunkasi politik antara ulama dan umara (pemerintah)," katanya, Senin (7/11).  

Namun, Emrus menyarankan komunikasi politik semacam itu idealnya dilakukan berencana dan berkesinambungan. Dengan demikian,  katanya, segala persoalan bisa diantisipasi dan mencari kesepakatan sebagai solusi dini.

BACA JUGA: Walah.. Masih Ada 7,9 Juta Penduduk Belum Rekam e-KTP

Dosen di Universita Pelita Harapan itu menegaskan, jangan sampai komunikasi politik baru dilakukan pada saat kondisi sudah genting. "Tidak boleh terjadi komunikasi politik pemerintah dengan berbagai pihak seperti pemadan kebakaran," jelasnya.

Pemimpin lembaga Emrus Corner itu menilai demonstrasi besar-besaran pekan lalu yang beken dengan sebutan 4/11 tidak terlepas dari ruang komunikasi politik antara pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan yang belum berjalan maksimal. Meski Jokowi dalam dua tahun masa kepresidenannya telah berhasil melakukan konsolidasi politik di kabinet dan parlemen, namun Emrus menganggap keran komunikasi politik antara pemerintah dengan berbagai ormas masih terkesan terabaikan.

BACA JUGA: Panitera PN Jakut Mengaku Utang Rp 700 Juta ke Anggota DPR

"Padahal, kekuatan politik riil ada di masyarakat yang diwakili oleh kekuatan ormas, baik yang berbasis ideologis, keagamaan, profesi dan sebagainya," jelas Emrus.

Karenanya Emrus mengatakan komunikasi politik antara pemerintah dengan masyarakat sipil sama sekali tidak boleh dianggap remeh. Sejarah sudah membuktikan peristiwa 1998 lalu lebih dimotori oleh kekuatan sipil daripada kekuasaan partai dan kabinet.

"Bila terjalin komunikasi politik yang produktif antara pemerintah dengan ormas, sangat banyak yang bisa dilakukan bersama dalam membangun karakter kebangsaan," paparnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sahroni: Indonesia Harus Bawa Pengaruh Positif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler