Keraton Yogyakarta Siapkan Pemecatan untuk Dua Abdi Dalem

Selasa, 18 Oktober 2016 – 15:01 WIB
Para abdi dalem Keraton Yogyakarta. Foto: Radar Jogja/JPG

jpnn.com - JOGJA – Dua abdi dalem Keraton Jogja Raden Mas (RM) Adwin Suryo Satrianto dan Suprianto terancam dipecat. Penyebabnya, keduanya menggugat Undang-Undang UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketentuan dalam UU Keistimewaan Yogyakarta yang digugat adalah pasal 18 ayat (1) huruf m. Aturan itu memuat  syarat-syarat untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur DIY harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak.

BACA JUGA: Duh, Priben Kiye Masih Belia Kok Pada Hamil di Luar Nikah?

Namun, langkah Adwin dan Suprianto memicu reaksi keras dari dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.  Bahkan Manggalayudha Prajurit Keraton Jogja GBPH Yudhaningrat mengaku geram mengetahui langkah Adwin dan Suprianto memempersoalkan  kata ”istri” sebagai persyaratan dalam riwayat hidup calon gubernur dan wakil gubernur DIY.

”Kami tak bisa menerimanya. Itu tindakan keblinger. Lebih keblinger yang menyuruhnya maju ke MK. Siapa yang memerintah itu yang harus dicari,” katanya seperti diberitakan Radar Jogja.

BACA JUGA: Polda Jateng Siapkan Polisi Pariwisata

Pria yang akrab disapa dengan panggilan Gusti Yudha ini hanya mengenal nama Adwin. Sedangkan terhadap Suprianto, dia tak mengetahuinya. Adwin, terang Gusti Yudha, memang masih kerabat keraton.

Dia merupakan buyut atau cicit dari Sultan Hamengku Buwono (HB) VIII. Ayahnya adalah Kolonel Inf. (purn) RM Aning Sunindyo yang tak lain kakak dari Brigjen TNI (purn) RM Noeryanto. Keduanya merupakan putra GBPH Suryobrongto, adik beda ibu dari HB IX, ayahanda Gusti Yudha.

BACA JUGA: Polda Sumut Diduga Menyerobot Lahan, Komut PTPN II: Kami Tak Pernah Izinkan

Sejak 18 Agustus 2015, RM Aning Sunindyo dan RM Noeryanto yang semula bergelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa sebagai pangeran. Aning menjadi Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Suryahadiningrat dan Noeryanto berganti sebagai KPH Yudhahadiningrat.

Kalenggahan atau kedudukan sebagai pangeran itu diberikan Sultan Hamengku Buwono X yang sejak 30 April 2015 telah berubah namanya menjadi Sultan Hamengku Bawono Ka 10. ”Jadi Adwin itu memang kerabat dan abdi dalem,” ceritanya.

Tugas sehari-hari Adwin di Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Widyo Budoyo. Lembaga tersebut dipimpin GBPH Prabukusumo. Dalam catatan Gusti Yudha, Adwin biasa mengawal gunungan saat acara Garebeg Maulud, Syawal, dan Garebeg Besar.

Karena itu, Gusti Yudha akan mengusulkan kepada Penghageng KHP Widyo Budoyo agar memberhentikan kedudukan Adwin. ”Saya akan sampaikan ke Kangmas Prabu agar yang bersangkutan dipocot (dipecat),” tegasnya.

Gusti Yudha juga menuding Adwin dan Suprianto tidak paham dengan sejarah keistimewaan DIJ. Menurut dia, masyarakat DIY telah sepakat merelakan hak politiknya tidak menjadi gubernur dan wakil gubernur. Hak itu diberikan kepada Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.

Selama ini sesuai paugeran atau aturan adat sosok yang dapat jumeneng (bertakhta) sebagai sultan adalah laki-laki. Karena UUK mengamanatkan syarat menjadi gubernur dan wakil gubernur harus bertakhta sebagai sultan serta adipati.

”Karena persyaratan itu maka yang berhak menjadi gubernur adalah sultan dan itu harus laki-laki,” lanjut pangeran yang sehari-hari menjabat kepala Satpol PP DIY ini.

Bagaimana dengan figur Anggiastri Hanantyasari yang disebut advokat Irman Putra Sidin dalam gugatan di MK sebagai keturunan Pakualaman? ”Saya nggak kenal dan nggak tahu nama itu,” ucap Penghageng Kawedanan Kasentanan Pakualaman KGPH Widjojokusumo yang dihubungi terpisah.

Menurut dia, ayahandanya Paku Alam (PA) VIII tidak memiliki cucu atau cicit dengan nama tersebut. ”Nggak tahu kalau dari PA-PA sebelumnya,” ujar Widjojo.

Demikian pula dari dua kakaknya KPH Ambarkusumo dan KPH Anglingkusumo yang sama-sama dinobatkan sebagai Paku Alam IX. Mereka tak punya keturunan atau kerabat bernama Anggiastri. Ambarkusumo naik takhta pada 31 Mei 1999 dan Anglingkusumo dikukuhkan masyarakat Adikarto, Kulonprogo pada 15 April 2012.

Ambarkusumo wafat pada 21 November 2015. Kini takhtanya sebagai Paku Alam IX dilanjutkan anak sulungnya RM Wijoseno Hario Bimo sebagai Paku Alam X sejak 7 Januari 2016. Paku Alam X juga meneruskan posisi wakil gubernur DIJ. Dia dilantik Presiden Jokowi di Jakarta pada 25 Mei 2016. (kus/ila/ong/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Masih Waspada Status Gunung Raung Saat Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler