jpnn.com - Nguri-uri peninggalan nenek moyang, para pecinta keris kuno di Ponorogo, Jatim, menyatu dalam wadah Paguyuban Aji Wengker. Mereka bertukar kaweruh saban malam Jumat Kliwon. Keris yang cocok dengan pemiliknya, bakal datang ke dalam mimpi.
DENI KURNIAWAN, Ponorogo
BACA JUGA: Detik-detik Benturan Choirul Huda Hingga Meninggal Dunia
MENGENAKAN pakaian khas Jawa lengkap blangkon iket, tiga pria parobaya asyik berbincang. Merujuk bidang meja yang dipenuhi keris, sudah jelas apa topik pembicaraan mereka.
Salah seorang di antaranya saksama mengamati sebilah keris. Dikeluarkan dari warangka (selongsong keris), dibolak-balik dua sisinya, lantas dimasukkan lagi.
BACA JUGA: Darmis Gratiskan Makanan untuk Jemaah Salat Jumat
Perbincangan di sela guyonan renyah pertanda keakraban mereka. ‘’Anggota paguyuban yang lain pamit lebih awal. Kumpul di acara Ponorogo tempo doeloe,’’ kata Budi Santoso, Dewan Penasihat Paguyuban Aji Wngker.
Ada 60 pecinta keris kuno yang tergabung di Paguyuban Aji Wengker. Yakni pecinta keris asli Ponorogo, mulai dari yang muda sampai yang tua.
BACA JUGA: Yusman Sudah Membayangkan Dieksekusi Mati
Kecintaan mereka terhadap senjata tradisional itu tidak lain lantaran ingin melestarikan warisan budaya lokal.
Budi menyebut paguyuban ini adalah wadah berkumpulnya pusaka-pusaka peninggalan nenek moyang.
‘’Paguyuban berawal dari Mbah Senen (alm) yang sering berkumpul dengan penggemar keris lain sejak 1980,’’ ungkapnya.
Terus berkumpul sembari membahas seluk beluk keris, paguyuban ini resmi diakui Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) pada 2007.
Budi mengklaim keris yang tercatat di paguyuban adalah keris warisan turun-temurun. Keris yang mempunyai nilai historis.
Dia mengatakan ada ciri-ciri khusus untuk mengetahui keris jenis kuno atau tidak. ‘’Besi yang digunakan adalah jenis besi tua,’’ ujar warga Jalan Ratu Kalinyamat, Kelurahan Ringinsari, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo itu.
Selain itu, ciri-ciri keris juga dapat ditilik dari motif guratan di tubuh keris yang biasa disebut pamor.
Makin kuno keris, makin sederhana pamor-nya. Budi ambil contoh salah satu keris miliknya, Tangguh Singasari.
Dia menuturkan keris itu ditempa pada abad XII. Nyaris tidak ada motif guratan di tubuh keris. ‘’Warisan turun-temurun dari nenek moyang,’’ aku ayah tiga anak itu.
Nah, pengetahuan seperti itu yang tidak semua anggota ketahui. Untuk mengatasinya adalah dengan cara tukar kaweruh.
Saban selapan Paguyuban Aji Wengker sepakat menggelar pertemuan rutin. Anggota yang paham mengenai salah satu keris, baik dari segi sejarah maupun seluk beluk lainnya, diminta memberi penjelasan kepada anggota lain.
‘’Pertemuan 35 hari sekali, tiap malam Jumat Kliwon,’’ terang suami Hidayatul Mukawiyah itu.
Beragam peristiwa klenik pernah dialami sejumlah anggota paguyuban. Budi menyebut jika keris bisa nayuh (masuk ke mimpi) jika cocok dengan seseorang.
Kalau sudah begitu, tidak ada kata lain untuk tidak merawat keris tersebut. Bakal ada keterikatan batin antara pemilik dan kerisnya.
Namun, Budi buru-buru membatasi, hal itu tergantung kepercayaan tiap orang. ‘’Tapi jangan lupa, tujuannya untuk melestarikan budaya tradisional peninggalan nenek moyang,’’ ujarnya.
Hal unik juga pernah dialami Budi terkait koleksi kerisnya. Dia tidak tahu jumlah pasti keris yang dimiliki. Tiap kali dihitung, jumlahnya pasti berubah-ubah.
Pun, tidak jarang telinga Budi mendengar suara gerakan dari dalam lemari tempat menyimpan keris. Dia sudah terbiasa dengan kejadian seperti itu. ‘’Rajin-rajin merawatnya saja,’’ katanya.
Budi menganjurkan perawatan keris dilakukan tiap tiga bulan. Yakni dengan membersihkan keris dengan wangi-wangian.
Dia dan sejumlah anggota paguyuban lain sering menggunakan minyak melati, cendana, dan kenanga.
Budi sempat mendapat cerita dari kakek buyutnya jika dulu pembersihan juga menggunakan minyak kelapa yang harus dipetik sendiri.
‘’Kelapa gading. Dipanjat, buah kelapanya tidak boleh jatuh ke tanah,’’ katanya.***(irw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bertemu Kakek Berjubah Misterius, Kini jadi Dukun Ular
Redaktur & Reporter : Soetomo