Kersamanah, Kecamatan di Garut yang di Lima Desanya Banyak Orang Gila (2-Habis)

Cari Perhatian dengan Salto dan Berbahasa Inggris

Jumat, 01 Mei 2009 – 06:36 WIB

Sebanyak 74 warga Kersamanah dilaporkan menderita skizofrenia, yakni penyakit gangguan jiwa seriusTim survei dari Pemprov Jabar dan Pemkab Garut yakin jumlah itu terus bertambah karena masih banyak warga yang tak melaporkan anggota keluarga yang menderita.


AGUNG PUTU ISKANDAR, Garut


-------------------------------------------

Rabu siang lalu (29/4) tiga orang berboncengan dalam satu sepeda motor

BACA JUGA: Kersamanah, Kecamatan di Garut yang Lima Desanya Dihuni Orang Gila (1)

Dua lelaki berpakaian seragam pegawai negeri sipil mengapit seorang lelaki bertelanjang dada
"A' Jaja sudah breakfast?" tanya Asep Nasrudin, pegawai Kecamatan Kersamanah yang duduk paling belakang

BACA JUGA: Diana Abbas Thalib-Hidayat Nurwahid setelah Kelahiran Bayi Kembar

Lelaki bertelanjang dada yang dipanggil Jaja itu pun tersenyum, lantas mengangguk
''Masih kenyang, Euy,'' ujar Jaja Kuswendi

BACA JUGA: Daisy Fajarina Mencari Kejelasan Nasib Manohara Odelia Pinot



Tiga orang itu menuju Puskesmas Sukamerang, sebuah desa di wilayah KersamanahMereka hendak menghadiri terapi pengobatan dan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan tim khusus Pemprov JabarMereka terdiri atas sepuluh psikiater dan 15 calon psikiater plus beberapa tenaga dari Dinas Kesehatan Kabupaten Garut

Selain melakukan FGD dengan para orang tua dan keluarga penderita, mereka menyurvei penderita dan memetakan gangguan jiwa di Kecamatan KersamanahDi depan puskesmas tiga lelaki itu turunAsep lantas menggandeng Jaja dan membawanya masuk puskesmas''Ini Jaja sedang waras, makanya tidak banyak berontak,'' ujar lelaki yang biasa dipanggil Pak Kumis itu lantas tersenyum kepada JajaJaja pun membalas senyuman Asep.

Asep adalah salah satu petugas Kecamatan KersamanahLelaki berkumis lebat itu memang dikenal sebagai ''penjinak'' JajaDengan orang lain, Jaja kadang tak cocokTapi, di tangan bapak tujuh anak itu, Jaja tak berkutik.

Tidak biasanya Jaja berlaku seperti ituKata Asep, kalau sudah kumat, Jaja tidak bisa diamLelaki 31 tahun bertubuh liat itu terus bertingkahNamun, dia tidak menyakiti orangBiasanya, kata Asep, Jaja suka salto dan berlarian ke sana kemari''Pokoknya, dia ingin terus mencari perhatian,'' ujarnya.

Biasanya, setiap sore Jaja nongkrong di sebuah lapangan di Kampung Calingcing, Desa KersamanahLulusan sekolah teknik mesin (STM, sekarang bernama sekolah menengah kejuruan) itu menunggu warga kampung lain yang akan bermain bolaNah, ketika mereka sudah bermain bola, giliran Jaja mengganggu.

Asep menuturkan, di tengah permainan, Jaja bisa langsung menyerobot bolaDia lantas menggiring bola itu meliuk-liuk melewati pemain belakang dan menceploskannya ke gawang''Nih, Maradona lagi menggiring bola,'' ujar Asep menirukan Jaja

Soal giringan, Jaja memang ahlinyaBekal sebagai pemain bola sudah dia dapatkanFisik prima, tubuh liat, dan kecepatan berlari semuanya ada pada dirinyaMaklum, Jaja dulu dikenal sebagai pemain ''timnas'' di Kersamanah

Begitu pula soal kecerdasanKetika masih waras dulu, lelaki bertubuh legam itu dikenal cerdasNilai rapornya pun tak mengecewakanBahkan, Jaja fasih pandai berbahasa InggrisAsep lantas menoleh kepada Jaja''How are you today?'' ujarnyaJaja tersenyum''I'm fine,'' jawabnya singkat.

Jaja kini tinggal dengan berdua dengan kakak perempuannyaUrusan makan dan uang hidup ditanggung kakaknya yang bekerja sebagai buruh taniKegilaan Jaja, kata Asep, kira-kira terjadi sekitar sepuluh tahun lalu

Jaja dikenal sebagai murid yang rajin lagi pandaiDia pun jarang membolosKemampuannya di pelajaran pun diakui banyak orangNamun, malapetaka terjadi saat dia lulus dari STM''Saat itu Jaja bingung mau bekerja di mana,'' kata AsepPadahal, kakak perempuannya berharap Jaja segera bekerja.

Jaja lantas bekerja serabutanNamun, upah yang dia terima tak terlalu banyakSebenarnya, dia ingin mendirikan bengkel sendiriKarena tak ada modal, keinginan itu tak pernah terlaksana.

Beberapa bulan setelah kelulusannya, Jaja mulai terlihat murungDia tak seperti biasanya, yang selalu bermain sepak bola di kala soreJaja mulai sering mengurung diri di kamar dan berbicara sendiri''Sejak itu Jaja bertingkah macam-macam sampai sekarang,'' ujar Asep

Jaja adalah salah satu dari 74 warga Kecamatan Kersamanah yang mengalami skizofreniaKepala Bagian Psikiatri RS dr Hasan Sadikin-FK Unpad dr Teddy SpKJ mengatakan, jumlah penderita itu bisa terus bertambahSebab, angka 74 tersebut semuanya penderita skizofrenia yang gejalanya terlihat dengan jelas

Menurut spesialis kesehatan jiwa bertubuh subur itu, penyakit gangguan jiwa lainnya banyak yang tidak kentaraMisalnya, meningitis dan gangguan jiwa ringan lainnyaMulai stres hingga depresi''Kalau mau dicari lagi, pasti lebih banyak,'' katanya

Faktor lain adalah kesadaran masyarakatTeddy yang juga ketua tim psikiater yang khusus diturunkan di Kersamanah mengatakan, banyak warga yang malu karena anggota keluarganya menderita gangguan jiwaKarena itu, banyak warga yang menutup rapat-rapat rumahnya saat didatangi tim surveiMereka lebih memilih memasung keluarga mereka daripada melaporkannya kepada dokter''Apalagi, sekarang banyak media yang mengekspose,'' katanya.

Lantas, sejak kapan ''wabah'' gangguan jiwa itu menyebar? Camat Kersamanah Akhmad Sopari mengatakan, kejadian itu sebenarnya berlangsung sejak dulu''Karena banyak yang tidak tahu, seolah baru kemarin-kemarin ini saja muncul,'' jelasnya

Memang, kata Sopari, kepastian jumlah penderita sebelum disurvei pada Rabu lalu (29/4) itu belum didapatApalagi, tak banyak warga yang terdata sebagai penderita''Ini sudah sejak dulu,'' ujarnya

Namun, Sopari memperkirakan, jumlah penderita mulai naik signifikan sekitar empat tahun laluBeberapa penderita yang memiliki faktor risiko lebih tinggi terpicu menjadi gila karena faktor ekonomi dan keluarga

Hal senada diungkapkan TeddyKehidupan warga Kersamanah, kata Teddy, umumnya memang di bawah garis kemiskinanKarena itu, penyebab kegilaan tersebut biasanya berkutat pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ekonomi''Ada juga yang gila karena tidak bisa melanjutkan sekolah,'' katanya

Begitu pula faktor keluargaMenurut Teddy, persoalan pernikahan dan masalah pribadi ikut mendominasiMisalnya, kegagalan hubungan pernikahan dan pacaran''Awalnya mereka kepikiran terus-menerus, kemudian depresi dan kena skizofrenia,'' tuturnya

Selain itu, kata dia, ada faktor perkawinan sedarah''Perkawinan dengan hubungan kekerabatan yang tidak terlalu jauh juga berpengaruhTapi, di Kersamanah angkanya tak terlalu besarDi bawah nol koma,'' katanya

Namun, ada faktor yang mendominasi, yakni faktor genetik alias biologisMereka yang menderita skizofrenia biasanya memiliki garis keturunan penderita kegilaanNah, ketika mereka menikah, anak-anak mereka memiliki faktor risiko yang lebih tinggiKemudian, faktor ekonomi dan persoalan keluarga hanya menjadi ''pemicu'' yang membuat mereka menderita kegilaan(*/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kramat Tunggak, Kawasan Merah yang Kini Jadi Pusat Dakwah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler