jpnn.com - JAKARTA–Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan total estimasi kerusakan dan kerugian pascabencana banjir bandang Garut mencapai Rp 288 miliar.
Nilai tersebut berasal dari kajian penilaian di lima sektor yaitu permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi dan lintas sektor.
BACA JUGA: PPP Ajak PSI Bersaing Secara Sehat di Pemilu 2019
Pada sektor permukiman dengan sub-sektor perumahan dan prasarana lingkungan tercatat nilai kerusakan dan kerugian sekitar Rp 83 miliar.
Persoalan yang sangat mendasar adalah pendanaan terhadap proses rehab-rekon tersebut.
BACA JUGA: Ngeri... Pungli di Bea Cukai Jadi Sorotan KPK
Pemerintah daerah memperkirakan skema pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN).
Namun, tentu jumlah yang dianggarkan mencukupi total nilai kerusakan dan kerugian.
Dunia usaha atau pun Badan Usaha Milik Negara maupun masyarakat bisa berperan untuk mendukung proses rehab-rekon tersebut, seperti pascabencana Banjarnegara dan Purworejo.
BACA JUGA: Pekan Deteksi Kanker, Waspadai Si Silent Killer
Dunia usaha dan masyarakat terbukit mampu untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Di sisi lain, pemahaman warga yang terdampak atau pun mereka yang berada di kawasan rawan sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses rehab-rekon.
Sekretaris Daerah Kabupaten Garut Iman Alirahman mengatakan aparatnya mengalami kesulitan untuk meyakinkan warga pindah.
“Sekalipun diberi rumah, mereka memaksakan untuk membangun kembali rumahnya di lokasi terdampak,” kata Iman yang menghadiri Rapat Koordinasi Rencana Aksi Rehab-Rekon Pascabencana Banjir Bandang Garut pada Selasa (18/10) di Graha BNPB, Jakarta Timur.
Pemerintah Kabupaten Garut memang harus menghadapi tantangan bahwa kawasan Garut 81% merupakan kawasan hutan lindung.
Sedangkan sisanya kawasan yang bisa dibudidayakan. Penataan kawasan menjadi problematik, khususnya terkait dengan pemukiman warga terdampak dan penghidupan.
“Relokasi tidak hanya berdasarkan jumlah rumah yang akan dibangun tetapi juga penentuan kawasan yang aman,” tambah Iman.
Sementara ini, pemerintah pusat telah berkomitmen pada penyediaan dua tower rumah susun berkapasitas masing-masing 70 KK dan 50 unit dengan skema rumah khusus.
Sementara itu, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Harmensyah menekankan pada aspek build back better and safer.
Konteks tersebut tidak hanya dilihat pada aspek fisik atau struktur bangunan tetapi juga aspek sosial, seperti tidak menimbulkan kecemburuan, dan prosesnya disinkronkan dengan kearifan lokal.
”Perlu ada kebijakan siapa yang akan menempati rumah susun dan rumah khusus.”
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati, data pengungsi yang terdampak banjir bandang berjumlah 787 KK (2.525 jiwa) dan data rumah rusak berjumlah 2.529 unit.
Rinciannya 830 rusak berat, 473 rusak sedang, dan 1.226 rusak ringan.
Rehab-rekon pascabencana banjir bandang Garut ini akan berlangsung selama tiga tahun, dari 2016 hingga 2018.
Setelah tiga tahun, nantinya pembiayaan dianggarkan pada APBD Pemerintah Kabupaten Garut.
Namun demikian tidak tertutup kesempatan terhadap berbagai pihak untuk bersinergi mempercepat proses rehab-rekon Garut. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Sibuk, Praperadilan Irman Gusman Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi