jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara tentang kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Pasalnya, kesaksian narapidana kasus korupsi megaproyek e-KTP itu dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/11), penuh kejanggalan.
BACA JUGA: Nazaruddin Bisa Dijerat Kesaksian Palsu
Karena itu, kesaksian Nazaruddin yang sarat kejanggalan harus diuji dengan keterangan saksi lain.
Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, sebuah kesaksian tak bisa berdiri sendiri.
BACA JUGA: Kesaksian Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Penuh Kejanggalan
"Dalam proses pembuktian tentu hakim akan melihat kesesuaian keterangan satu saksi (Nazaruddin) dengan saksi lainnya dan juga dengan bukti lainnya," kata Febri, Rabu (22/11).
Febri menambahkan, pihaknya bakal terus memantau persidangan korupsi e-KTP.
BACA JUGA: Fahri Sebut Setnov Pernah Bicara soal e-KTP dengan Jokowi
KPK juga akan memantau fakta yang muncul dan keterangan saksi yang dihadirkan.
"Nanti dalam proses ini tentu akan diuji hingga selesai dan dipertimbangkan oleh hakim," ujar Febri.
Sebelumnya, Nazaruddin menyampaikan keterangan yang dinilai janggal saat bersaksi untuk terdakwa Andi Narogong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/11).
Salah satunya saat Nazaruddin menyebut nama Ganjar Pranowo yang saat ini menjadi gubernur Jawa Tengah (Jateng).
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), dia mengaku melihat Ganjar menerima uang USD 500 ribu dari Mustokoweni di ruangan kerja politikus Golkar itu.
Nazaruddin mengklaim peristiwa itu terjadi pada September-Oktober 2010. Padahal, Mostokoweni meninggal dunia pada 18 Juni 2010 atau tiga bulan sebelum klaim Nazaruddin.
Keterangan Nazaruddin pun dinilai tak sepenuhnya layak dipercaya.
Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir mengatakan, keterangan Nazaruddin harus di-cross check lagi soal waktu dan tempatnya.
“Kalau dia (Nazaruddin) ternyata keterangannya tidak konsisten dan 'orang mati' (Moestokoweni) pun masih dianggapnya hidup, dia bisa dijerat kesaksian palsu,” ujar Mudzakir, Selasa (21/11).
Menurut Mudzakir, kesaksian tidak jelas yang digunakan sebagai alat bukti untuk memidanakan orang lain sangat berbahaya.
“Berbahaya itu memberikan keterangan palsu dan membuat orang masuk penjara dan tersangka,” ujar Mudzakir. (rmol)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Buka Peluang Jerat Setnov dengan Pasal Pencucian Uang
Redaktur & Reporter : Ragil