jpnn.com - DIMAS Kanjeng Taat Pribadi mengaku bisa menggandakan uang. Mirip semua kisah dongeng yang mampu meninabobokan pengikutnya, lantas mimpi kaya raya. Lantas kecewa saat terbangun.
Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group) yang melakukan penelusuran di Kalimantan Selatan, merangkum kisah para pengikut atau santri-santrinya di Banua.
BACA JUGA: Sedih...Ibu Muda asal Pontianak Melahirkan di Penjara Malaysia
Laporan M. AMIEN, M FADLI, WAHYU RAMADHAN, IBNU DW
“Saya baru datang dari Probolinggo tiga hari lalu, sepulang nyantri, tetap garap kebun seperti biasa dan bertenang-tenang dulu bersama keluarga,” kata Sukadi, ditemui di rumahnya, sekitar 32 km dari Kota Martapura, Sabtu (8/10) petang.
BACA JUGA: Pengusaha Tak Setuju, BP Batam Tetap Kukuh
Pria yang menetap di Desa Cabi sejak 1976 tersebut baru mengenal ajaran Dimas Kanjeng Taat Pribadi sekitar 3 tahun silam.
Perkenalan pertama dengan ajaran Rahmatan Lil Alamin Ala Dimas Kanjeng itu berasal dari Tukijan, mantan anggota TNI.
BACA JUGA: Bapaaak.... Braaak! Innalillahi
Sosok Tukijan diakuinya sebagai angkatan pertama membawa ajaran itu ke Kalsel.
“Sepengetahuan saya, yang membawa “Bendera Rahmatan Lil Alamin” ke Banjar justru Pak Tukijan, dia adalah sponsor pertama saya mengenal Dimas Kanjeng,” cerita Sukadi.
Banyak cerita yang diungkapkan Tukijan tentang ajaran dan sosok Dimas Kanjeng sekitar tiga tahun silam.
Kebetulan, saat itu ia sangat labil akibat beragam usaha yang digelutinya kurang berhasil sehingga membutuhkan masukan serta nasehat.
Karena klop dengan harapan, ia pun mau menjadi santri dengan koordiantor perdana adalah Tukijan.
Dalam perjalanannya, ia gonta-ganti koordinator, dalam pencarian selama 2 tahun pertama, sampai akhirnya dia menjadi santri langsung Gusti Kanjeng tanpa perantara koordinator atau Sultan.
Motifnya, tentu saja ingin menggenggam kesuksesan hidup setelah nyantri ke Padepokan Taat Pribadi.
Di tengah mengikuti program pengajian selama empat bulan, dan memasuki bulan ketiga di Padepokan Dimas Kanjeng, sang guru ditangkap aparat.
Akibat ramai pemberitaan di media cetak dan elektronik termasuk diminta pulang oleh polisi ke kampung masing-masing. Makanya, ia bersama tiga rekannya balik ke Kalsel seperti Juhiri dari Antasan Senor, Poniran dari Batu Ampar, dan Sumardi.
Seingatnya, santri Dimas Kanjeng dari Kalsel ada sekitar 100 orang, namun yang aktif mengikuti pengajian tak lebih 40 orang.
Selama nyantri, Sukadi selalu aktif mengikuti program padepokan mulai Salat Berjamaah, membaca wirid tertentu, Salawatan, pengajian umum, sampai istigasah yang sering digelar.
Selama jadi santri, Sukadi tak pernah absen Salat Tahajut bersama santri lain. Aktivitas itu menurutnya sangat membahagiakan.
Makanya, Sukadi enggan menanggapi vonis sesat dari MUI yang dialamatkan ke ajaran guruya. Selama 3 tahun berstatus santri di Padepokan Sukadi mengaku banyak memiliki kolega yang mengedepankan kebersamaan.
Diceritakan, pengikut Dimas dari beragam profesi seperti PNS, pengusaha, pedagang, guru, petani, wirawaswasta, pegawai BUMN, hingga politisi.
“Selama di sana saya tenang, senang, dan bahagia. Ajarannya benar-benar Rahmatan Lil Alamin, bukan saja orang Islam, non Muslim sangat banyak. Orang sepintar Ibu Marwah Daud Ibrahim juga mau jadi santri Dimas Kanjeng,” terang Sukadi lagi.
Terkait dugaan penipuan, pembunuhan, serta ajaran sesat dari Dimas Kanjeng, lagi-lagi Sukadi menolak seluruhnya. Sebagai santri, Sukadi tidak pernah merasa tertipu apalagi merugi.
Dia mengaku hanyalah santri biasa yang hanya mengambil ajaran saja, tidak pernah mengasih mahar sepeserpun.
Selama tig tahun, paling banyak mengasih sumbangan buat yayasan. Dana itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari di padepokan serta memajukan organisasi.
Ia mengaku tidak seperti santri berduit serta ingin cepat atau mengejar kekayaan berlebihan. Cobaan mengaji di Padepokan adalah rasa ingin cepat kaya dan itu biasanya dialami oleh santri berduit.
Selain itu, sejak 10 tahun padepokan berdiri, MUI dan pejabat setempat sudah diundang untuk dialog mengenai ajaran Kanjeng Taat Pribadi.
Belakangan, MUI justru enggan datang. Bahkan, saat manajemen padepokan menawarkan diri datang sendiri ke MUI Probolinggo, juga ditolak.
Makanya, Sukadi heran bila sekarang ajaran sang guru dinyatakan sesat. Sebelum menggurita seperti sekarang, ajaran itu ujar Sukadi cuma diikuti ratusan santri.
Dari perjalanan selama 10 tahun atau memasuki 2016 ini, santri sang guru menyebar ke seluruh Indonesia dan diperkirakan muridnya mencapai 30 ribu orang.
“Untuk kasus pembunuhan juga tidak mungkin dilakukan oleh beliau, kejadian itu murni karena santri marah dengan koordinator besar yang merasa tertipu,” ujarnya.
Sukadi menganggap, Taat Pribadi adalah maha guru yang memiliki karomah serta keajaiban yang luar biasa.
Ia berkali-kali menyaksikan kelebihan sang guru mengadakan uang, tak ada jeda waktu. Bisa malam, pagi, atau siang.
Bahkan, tak selalu menggunakan gamis, pakai celana biasa saja, Taat Pribadi menurutnya memang benar mengadakan dan menggandakan uang.
Terakhir, sebelum ditangkap, Sukadi mengaku menyaksikan, sang guru mengeluarkan duit dari 117 negara.
Ia bukan orang satu-satunya yang menyaksikan, santri lain ikut melihat kehebatan sang guru, bahkan dari negara lain juga datang.
“Saya termasuk orang yang melihat tumpukan duit di kamar, setelah diperihatkan. Tumpukan duit itu kembali dilenyapkan beliau. Kelebihan itu yang membuat saya penasaran mau nyantri ke sana. Buktinya, saat penangkapan, tidak ditemukan uang di rumah,” terangnnya.
Menurutnya, lagi keajaiban sang guru itu hanya untuk konsumsi kalangan terbatas alias internal santri sendiri yang boleh melihat namun sering disalahgunakan dan justru menjadi tontonan.
Sukadi mengaku tidak pernah membeli aksesories padepokan seperti kotak, ajimat, dan beragam barang lainnya. Pasalnya, dia mengaku tidak punya uang. (mam/by/ran/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TOP, Subdit Tipidkor Polda Kepri Terbaik se-Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi