jpnn.com, MANGGARAI BARAT - Jumlah perempuan yang menjadi anggota legislatif di Nusa Tenggara Timur masih sangat sedikit. Begitu juga di lembaga eksekutif khususnya gubernur dan bupati /walikota.
Misalnya di DPRD Kabupaten Manggarai Barat, hanya ada satu orang anggota perempuan.
BACA JUGA: Mendagri Berharap Lebih Banyak Perempuan Jadi Anggota DPR
Karena itu, Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri, Bahtiar, mendorong agar kuota 30 persen keterwakilan perempuan di semua lembaga baik di lembaga eksekutif maupun di legislative, bisa tercapai.
“Dalam perjalanan politik perempuan, secara kuantitatif, jumlah perempuan di Indonesia lebih banyak daripada laki-laki, akan tetapi jumlah tersebut tidak menjamin perempuan memiliki peran dan posisi yang sama dengan laki-laki,” ujar Bahtiar dalam acara Pendidikan Politik Bagi Kaum Perempuan dan Kelompok Marginal di di Hotel Jayakarta, Labuhan Bajo, Manggarai Barat, Senin (20/11).
BACA JUGA: Tahap Awal Proses Pemilu 2019 Lumayan Menyenangkan
Kesenjangan ini, lanjut Bahtiar, mendorong pemerintah untuk mengembangkan tata pemerintahan yang sensitif gender dan memberikan dukungan bagi terciptanya pengarustamaan gender di seluruh bidang pembangunan, termasuk politik.
Upaya membangun peningkatan partisipasi perempuan dalam berpolitik, antara lain tercermin melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang memuat memuat syarat keterwakilan 30% perempuan dalam pendiri, kepengurusan partai politik dan sebagai calon anggota legislative.
BACA JUGA: Pemilu 2019 Tidak Akan Berjalan Baik jika KPU Berpihak
“Ini merupakan langkah afirmatif untuk menghilangkan hambatan legal bagi partisipasi politik perempuan,” ujar doktor ilmu pemerintahan itu.
Lahirnya Undang-undang tersebut secara yuridis diharapkan akan memberikan ruang bagi perempuan Indonesia untuk terlibat secera aktif dalam kegiatan dan proses politik, baik sebagai politisi maupun sebagai pemilih.
“Namun, ketentuan de jure tersebut ternyata masih menyisakan berbagai masalah dan belum menjadi realita politik secara de facto. Strategi afirmatif yang didasarkan pada kuota kuantitatif belum menjamin perempuan dapat berperan di bidang politik dan meningkatkan kualitasnya untuk mengisi quota tersebut,” terangnya.
Terbukti tidak mudah bagi partai politik untuk mendapatkan kader perempuan dalam memenuhi ketentuan itu.
Kegiatan tersebut diikuti oleh 100 orang peserta yang terdiri dari Pengurus Partai politik, Organisasi Sayap Partai Politik, LSM Perempuan dan masyarakat.
Cahyo Ariawan, Kasubdit Pendidikan Politik Direktorat Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri, sebagai ketua penyelenggara dalam laporannya menyampaikan, kegiatan pendidikan politik di Labuhan Bajo, merupakan pelaksanaan Pasal 434 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan fasilitasi dan bantuan dalam penyelenggaraan pemilu salah satunya adalah pelaksanaan pendidikan politik bagi pemilih. Dan kegiatan serupa juga akan dilaksanakan di tahun 2018, sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya bagi perempuan dalam pemilu serentak tahun 2019,” ujarnya. (rl/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Mainkan Sentimen Agama di Pemilu Serentak 2019
Redaktur & Reporter : Soetomo