Ketika Cinta Diukur dari Berat Badan

Jumat, 15 Desember 2017 – 13:02 WIB
Ketika Cinta Diukur dari Berat Badan. Ilustrasi Fajar/Radar Surabaya/JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Karin tak kuasa menahan tangisnya. Sambil terisak, tiba-tiba wanita berusia 40 tahun ini ambruk. Jatuh ke lantai.

Sejenak, Karin tak sadarkan diri. Dia begitu terpukul dan larut dalam kesedihan karekan keputusan Donwori.

BACA JUGA: Mencari Keturunan Sama Istri Muda yang Lebih Menjanjikan

Rupanya, janji cinta sehidup semati yang diutarakan pria berumur 41 tahun itu hanya sekadar ikrar.

Kasih sayangnya sebatas di mulut. Cinta berkadar ukuran badan.

BACA JUGA: Wanita Mana yang Mau Dibohongi

===================================
Anggun Angkawijaya - Radar Surabaya
===================================

Kenyataan pahit yang dialami Karin membuatnya tak bisa menahan tangis.

BACA JUGA: Semuanya Menjadi Rumit Gara-Gara Ekonomi Sulit

Seperti saat dia selesai menjalani sidang ke dua di Pengadilan Agama Kelas 1 A Surabaya, Senin (11/12). Tak hanya itu, ibu tiga anak ini juga pingsan.

Untung saja ada empat saudaranya yang menolongnya. Karin tidak menyangka Donwori bersikukuh akan menceraikannya.

Padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin menjalankan diet selama setahun terakhir. Dari minum jamu, puasa dan olahraga.

“Badan saya tetap gemuk. Kata suami saya, saya sudah tidak enak dilihat,” ungkap perempuan asal Rangkah, Surabaya ini.

Tidak hanya sering mengejek, Donwori juga jarang pulang sebelum mengajukan gugatan cerainya.

“Mungkin sudah sekitar tujuh bulan dia jarang pulang. Kalaupun pulang cuma ganti baju,” tutur Karin.

Permasalahan ini muncul sejak Karin melahirkan anak ke tiganya.

Dia harus banyak mengonsumsi makanan agar produksi ASI lancar. Usaha ini pun berhasil, anak dan ibunya sehat.

Berat badan Karin juga bertambah. “Kalau anak saya yang pertama dan kedua minum susu formula dan itu ngabisin duit. ,” beber Karin.

Namun, lain halnya dengan Donwori. Dia mengaku tak lagi cinta karena melihat istrinya gemuk.

Pria ini ingin istrinya kayak dulu lagi, dengan badan yang proporsional.

Awalnya Donwori menyarankan istrinya berolahraga. Namun Karin tidak bisa menjalankannya karena tak bisa meninggalkan bayinya.

“Bayi saya nangis kalau nggak ngempeng,” lanjut Karin.

Begitu juga dengan diet dan puasa yang selalu gagal. Sebab Karin gampang sekali lapar.

“Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi tetep aja nggak bisa,” tandasnya.

Melihat kegagalan ini, Donwori jadi sering uring uringan. Ada saja yang dia permasalahkan.

Sampai sampai harus melibatkan orang tua mereka untuk menengahi. Tapi cara ini gagal.

“Dia bilang malu kalau ngajak saya jalan atau menemui teman temannya. Saya curiga dia sudah punya gendaan,” tutur Karin.

Namun kecurigaan Karin tidak terbukti setelah dia mencari informasi dari keluarga dan teman dekat Donwori.

“Saya hanya bisa pasrah. Saya kasihan pada anak anak. Saya janji mau ngurusin badan,” pungkas Karin. (rud/sb/ang/jek/JPR)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tangisan Istri yang tak Bisa Melahirkan Anak Lelaki


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler