Ketika Ibu Disebut Kurang Ajar, Istri pun Marah Sampai ke Pengadilan

Senin, 29 Mei 2017 – 01:23 WIB
Ketika Ibu Disebut Kurang Ajar, Istri pun Marah Sampai ke Pengadilan. Ilustrasi Fajar/Radar Surabaya/JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Punya mertua ada enak dan enggaknya. Enaknya bisa menikmati fasilitas mewah tanpa susah-susah kerja.

Enggak enaknya ketia semua fasilitas itu sering diungkit di depan khalayak umum. Bikin malu.

BACA JUGA: Atas Nama Cinta, saat Ilmu Pelet tak Mempan, Pemanis Buatan pun Jadi

==============================
Umi Hany Akasah - Radar Surabaya
==============================

Sebagai suami, Donjuan, 37, merasa harga dirinya tercabik-cabik. Sebab, di mana dan kapan pun berada, si mertua selalu mengungkit-ungkit empat rumah yang dibeli untuk menantunya tersebut.

BACA JUGA: Kisah Sunan Ampel dan Masjid Rahmat yang Dibangun Semalam

“Saya lho enggak pernah minta sama mertua. Ya dia beli rumah, dan diatasnamakan istri saya. Sudah gitu saja. Saya nggak pernah ngemis-ngemis minta rumah, kok,” kata Donjuan di sela-sela sidang gugatan cerai istrinya, sebut Karin, 34, di Pengadilan Agama (PA), Klas 1A Surabaya, Jumat (26/5).

Satu rumah pemberian mertua di kawasan Gayungsari ditempati oleh Donjuan, tiga rumah lainnya dikontrakkan.

BACA JUGA: Karma Menanti, Sukses Pisahkan Menantu, Kini Terancam Dicerai Suami

“Pikirku dari pada tidak menghasilkan, ya tak kontrakkan. Lha pengennya mertua itu aku tinggali aja sendiri dari pada dikontrakkan,” kata Donjuan.

Menurut Donjuan, jika ditinggali sendiri tentu akan menambah biaya hidupnya. Ia harus merawat empat rumah sekaligus.

Itu artinya ia harus membayar empat kali biaya listrik, PDAM, iuran lingkungan, dan pajak tahunan rumah (PBB).

Bagi Donjuan itu sangat memberatkan. Makanya, biar tiga rumahnya ada yang merawat dan enggak cepat rusak, ia memilih mengontrakkannya.

Dengan bisnis kontrakan itu, Donjuan pun punya tambahan biaya hidup tanpa harus susah-susah kerja.

Bahkan, Donjuan resign dari pekerjaannya sebagai sales karena memanfaatkan uang kontrakan rumah yang setahun jumlahnya mencapai Rp 100 juta.

Rata-rata satu rumah dikontrakkan minimal Rp 30 juta sampai Rp 35 juta per tahun. Lha wong rumahnya gede magrong-magrong.

“Saya tinggal leyeh-leyeh memanfaatkan uang kontrakan rumah,” kata Donjuan tersenyum.

Yang bikin Donjuan sakit hati adalah kata-kata mertuanya yang sering mengungkit-ungkit hasil rumah yang dikontrakkan.

Di mana dan kapan saja, mertuanya bercerita kalau menantunya menguasai semua hartanya.

“Saya enggak nguasai. Hanya ngontrakkan rumahnya saja. Gitu aja kok wong sak jagat raya ngerti. Ancen mertua kurang ajar,” kata menantu tak tahu diuntung itu.

Sementara, Karin tidak terima dengan ucapan suaminya itu. Sampai akhirnya ia pilih mengajukan gugatan cerai.

“Suami itu gak sopan. Ya wajarlah kalau orang tua ngasih rumah buat anaknya. Setidaknya kalau emang dikontrakkan, suami ngasih ke orang tua. Ini malah nggak sama sekali. Pelitnya minta ampun,” kata ibu dua anak itu.

Karin pun merasa enggak enak dengan orang tuanya. Terlebih ia juga tidak pernah dikasih uang hasil kontrakannya. (*/opi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Curahan Hati PSK: Pengin Tobat, Cari Suami Perkasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler