jpnn.com, SURABAYA - Karin kini di puncak amarah yang tak terbendung. Keputusannya sudah bulat. Risiko apapun atas keputusannya sudah dihitung matang.
Wanita berusia 33 tahun itu ingin lepas. Keluar dari kungkungan dan siksaan suaminya, Donwori, 34.
BACA JUGA: Penampilan Buruk, Minder Punya Istri Cantik
Tak ingin larut terlalu lama dalam kesedihan dan menjadi tempat pelampiasan kasar, Karin akhirnya memutuskan pisah.
Perlakuan kasar yang diterima tak hanya sekali namun sudah tak terhitung. Setiap kali Donwori punya masalah, Karin selalu menjadi samsak hidup.
BACA JUGA: Ketika Cinta Diukur dari Berat Badan
===================================
Anggun Angkawijaya - Radar Surabaya
===================================
Dengan didampingi seorang pengacaranya, Karin duduk di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Kelas 1 A Surabaya, Jumat (13/12).
BACA JUGA: Mencari Keturunan Sama Istri Muda yang Lebih Menjanjikan
Dia tengah menanti dipanggil hakim untuk menjalani sidang pertamanya.
Sesekali dia menunduk lalu mengusap air mata yang menetes dipipi yang memerah. Bagaimana Karin tidak bersedih, biduk rumah tangga yang sudah dibangun selama enam tahun harus diakhiri dengan perceraian.
Yang sangat dia sesalkan, kenapa Donwori yang dulu penuh kasih sayang kini berubah 180 derajat menjadi bojo galak dan kerap memukul dirinya.
Karin awalnya mencoba bertahan dengan perlakuan seperti itu selama setahun terakhir. Tapi akhirnya dia tak tahan juga.
”Dari memukul pakai tangan, sapu sampai ditendang, sudah saya alami semuanya,” ungkap warga asal Kedungbaruk ini.
Menurut Karin, Donwori memang temperamen. Setiap ada permasalahan di kantor, pasti terbawa sampai ke rumah. Jika sudah seperti ini, kesalahan ringan di rumah bisa memicu kemarahannya.
”Awal- awal pernikahan, saya bisa meredam amarahnya. Dia nggak sampai memukul seperti itu,” tutur Karin.
Tapi sekitar setahun yang lalu, Donwori sudah tidak bisa dikontrol. Sejak dia diturunkan jabatannya di tempat kerjanya. Bawaannya sering uring- uringan terus.
Karin yang mencoba mengorek keterangan malah kena amarah.
”Dia jadi pendendam. Selalu mengingat kesalahan saya yang sudah sudah,” lanjut Karin.
Pernah suatu ketika Karin kena tonjok tepat di mata kanannya dan meninggalkan bekas warna hitam seperti mata panda. Dia tak keluar rumah sampai seminggu karena malu dengan tetangga.
”Saya tidak punya tempat curhat. Orang tua sudah meninggal. Saudara saya cuma satu tapi tinggal di Jakarta,” keluhnya sembari menahan air matanya yang mau jatuh.
Hingga pada suatu hari, Karin kena marah lagi. Kini dia dipukul tepat di perutnya dan harus mendapatkan perawatan dokter selama beberapa hari.
Saat dirawat, Karin membaca sebuah artikel bahwa tindakan suaminya termasuk kekerasan dalam rumah tangga.
”Dari situ saya berpikir untuk pisah saja dan melaporkan ke polisi,” ungkap Karin.
Dengan dibantu temannya, akhirnya Karin bisa menuntut cerai dan akan melaporkan suaminya ke polisi.
”Saya memutuskan keluar dari rumah tanpa pamit. Anak-anak saya titipkan ke rumah saudara. Mereka paham dengan apa yang saya alami. Saya sudah siap dengan semua ini,” imbuh Karin.
Dirinya berharap persidangannya bisa cepat selesai dan dia bisa memulai hidup yang baru bersama anak-anaknya. (rud/sb/ang/jek/JPR)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wanita Mana yang Mau Dibohongi
Redaktur : Tim Redaksi