Ketika Salim Kancil Dibunuh, Saya Sedang...

Rabu, 30 September 2015 – 09:39 WIB
Hariyono, Kepala Desa Selok Awar Awar. FOTO: Radar Semeru

jpnn.com - SOSOK Kepala Desa Selok Awar Awar Hariyono kini menjadi sorotan. Bagaimana tidak, dia dituding sebagai otak penganiayaan dan pembunuhan terhadap Salim Kancil serta menganiaya Tosan terkait masalah penambangan pasir di desanya. Inilah pengakuan Hariyono kepada Jawa Pos (Induk JPNN) di sela-sela pemeriksaan di Mapolres Lumajang.

---

BACA JUGA: Sengaja Ulur Pengangkatan Honorer?

Anda dituding sebagai otak pelaku pembunuhan. Benarkah? 

Saya itu bukan otaknya. Saya tak pernah memerintahkan pembunuhan. Bahkan, ketika itu terjadi, saya sedang tidur di rumah. Juga, sorenya saya ke kantor polisi untuk menyerahkan nama-nama pembunuh. Tidak benar itu (mengotaki pembunuhan, Red) 

BACA JUGA: Honorer K2 Harus Dites Lagi

Dari mana mendapat nama-nama pelaku pembunuhan itu? 

Sekali lagi, saya ini membantu kepolisian untuk melaporkan warga saya yang bertindak sadis. Nama-nama itu sudah saya setorkan. Sampai beberapa pelakunya juga menyerahkan diri. 

BACA JUGA: Usia Honorer K2 Dipertimbangkan

Malam sebelum kejadian, ada pertemuan di balai desa. Apa yang dibahas? 

Itu saya lakukan untuk mengantisipasi adanya aksi demo (Sabtu pagi, 26/9, memang Salim cs berencana melakukan demo antitambang). Saat itu dihadiri babinsa, babinkamtibmas, dan orang-orang yang terlibat pengeroyokan. Tapi, saya tak pernah merencanakan untuk membunuh. Murni untuk kerja bakti. (Saat mengucapkan itu, Hariyono berkali-kali mengambil tisu untuk mengelap keringatnya yang terus menetes di dahi.) 

Saat diperiksa polisi, Anda ditanya apa saja? 

Banyak. Ada 55 pertanyaan. Tapi, yang paling berat soal pembunuhan. 

Bagaimana dengan penambangan pasir liar? 

Ya, saya akui memang tidak ada izinnya. Lha wong untuk wisata kok. (Sebelumnya Hariyono memang menyebut akan mengubah Watu Pecak menjadi tempat wisata. Tapi, nyatanya justru untuk penambangan pasir ilegal.)

Bagaimana pungli di tambang? 

Sebenarnya penarikan pasir itu ada peraturan desanya. Sudah disetujui bupati lama (almarhum Sjahrazad Masdar). Lengkap, ada laporan pembukuan dan petugasnya juga diberi SK. Kemudian dicabut bupati akibat adanya Undang-Undang Minerba yang baru. Tapi, ya saya tetap narik.

Lalu hasilnya ke mana? 

Saya gunakan untuk membayar PBB warga. Tiap tahun habis Rp 70 juta. Kemudian untuk Agustusan sebanyak Rp 50 juta. Jadi, semuanya untuk kepentingan warga juga. 

Dari hitung-hitungan, hasilnya mencapai lebih dari Rp 100 juta per hari. Sisanya ke mana? 

Tidak ada lah. Semua pokoknya untuk kepentingan pembangunan desa dan warga. (fit/dit/gun/ras/c9/ano) 

(Baca: Hasil Rekonstruksi: Leher Salim Kancil Digergaji di Depan Anak-anak, Tak Mempan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hujatan Bobotoh Memang Top


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler