Ketua Baleg: MD3 Sudah Selesai, DPR Proporsional, MPR Paket

Rabu, 26 Juni 2019 – 05:11 WIB
Ilustrasi Gedung DPR. Foto: dok.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Atgas mengatakan tidak perlu lagi ada revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3. Menurut dia, dalam UU MD3 sudah jelas diatur bahwa pimpinan DPR dipilih secara proporsional, sedangkan MPR menggunakan sistem paket.

“MD3 sudah selesai. DPR proporsional, MPR sistemnya paket,” kata Supratman dalam diskusi “MD3 Perlu Dipisah? Kursi Pimpinan, Jalan Tengah atau Jalan Buntu?” di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/5).

BACA JUGA: Baleg DPR Pastikan Tidak Ada Revisi UU KPK

Menurutnya, dalam UU MD3 posisi ketua DPR diperoleh oleh partai pemenang pemilu atau peraih kursi terbanyak pertama. Politikus Partai Gerindra itu menegaskan penghitungannya dilihat dari jumlah raihan kursi, bukan perolehan suara.

“Yang pasti, ketua DPR itu berdasar UU MD3 pasti akan dijabat oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai partai dengan perolehan kursi paling banyak,” katanya.

BACA JUGA: Muncul Usulan, Kursi Pimpinan MPR Diisi Dua Kubu

BACA JUGA: PDIP Anggap Wacana Revisi UU MD3 tidak Relevan

Dia menambahkan posisi wakil ketua DPR akan diberikan kepada partai peraih jumlah kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat dan kelima. Menurutnya, kalau tidak ada perubahan mendasar akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pileg 2019, maka Partai Golkar akan menempati posisi pemenang kedua.

BACA JUGA: Inikah Isyarat Mas Bamsoet Dukung Mbak Puan Jadi Ketua DPR?

Menurut dia, hal itu karena penghitungan dilakukan berdasar kursi yang diperoleh, bukan perolehan suara. Kalau secara suara, kata dia, maka yang menempati posisi kedua adalah Partai Gerindra.

“Karena bicara UU MD3, maka saya pastikan untuk posisi wakil ketua pertama itu pasti akan diisi Fraksi Partai Golkar,” katanya. Posisi wakil ketua berikutnya diisi Partai Gerindra, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). “Itulah formasinya, dan tidak akan mungkin berubah karena tidak punya waktu untuk mengubah UU MD3,” ungkap Supratman.

Nah, Supratman memprediksi yang bakal ramai nanti adalah pemilihan pimpinan MPR yang menggunakan sistem paket. Hal itu akan bertambah ramai jika tidak tercapai musyawarah untuk mufakat. Menurut Supratman, awalnya Baleg hendak membuat dalam UU MD3 pemilihan pimpinan MPR berdasarkan raihan kursi partai. Hanya saja, ujar dia, di MPR itu kelompok DPD sehingga pemilihan diputuskan lewat sistem paket.

Supratman mengatakan, secara logika kemungkinan akan ada dua paket pimpinan MPR yang akan bertarung nanti. Dia menjelaskan berdasar UU MD3 pula satu fraksi boleh mengajukan seorang calon untuk bergabung dalam satu paket pimpinan MPR.

Artinya, kata dia, hanya empat fraksi yang bisa mengajukan masing-masing satu calon, karena satu lainnya akan diisi oleh DPD. “Soal mau jadi ketua ataupun wakil ketua itu bagi DPD nanti di dalam pertarungan dan terbentuknya sebuah paket,” katanya.

Supratman mengatakan, dengan hanya empat fraksi yang bisa mengirimkan nama calon pimpinan, maka kemungkinan peta koalisi partai politik baik yang ada di BPN Prabowo – Sandi dan TKN Jokowi – Ma’ruf akan mencair.

Dia menegaskan, tidak mungkin koalisi untuk pemilihan pimpinan MPR sama dengan Pilpres 2019. “Karena kalau lihat jatahnya cuma empat, partainya lebih dari itu. Semua pasti menginginkan hal yang sama, sehingga ini pasti akan dinamis,” ungkapnya.

Menurut Supratman, bisa saja peta koalisi untuk pimpinan MPR ini ditentukan dengan melihat ke mana DPD akan berlabuh. Supratman yakin konstelasi akan berubah. Sebab, saat ini belum terlihat tokoh sentral yang bisa menyatukan anggota DPD terpilih yang baru atau periode 2019-2024.

“Pasti akan terjadi kelompok-kelompok juga. Nah, itu akan sangat berpengaruh terhadap paket yang akan terbentuk di MPR,” katanya.

Lebih lanjut Supratman menegaskan, tidak terlalu penting siapa pun yang menjadi ketua dan wakil ketua MPR nanti. Menurutnya, yang terpenting adalah banyak pekerjaan besar yang harus diselesaikan oleh pimpinan MPR yang akan datang.

“Buat saya tidak penting siapa yang akan menjadi ketua dan menjadi pimpinan tetapi yang paling penting adalah apakah dengan segala kemampuan, kewenangan, segala pembiayaan yang diberi oleh UU, itu sudah maksimal untuk kepentingan rakyat atau tidak,” paparnya.

Politikus PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mengatakan pimpinan DPR bisa disebut sebagai speaker of politic. Sementara itu, lanjut dia, untuk pimpinan MPR seharusnya lebih menjadi speaker of national interest. “Jadi dia (pimpinan MPR) harus bicara kepentingan nasional. Keguyuban politik untuk kebangsaan, kepentingan nasional ini seharusnya ada di MPR,” katanya dalam kesempatan itu.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan itu sependapat seharusnya hal ini dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh para pimpinan partai politik. “Hal ini untuk melihat kita ini mau MPR ini seperti apa ke depan, dengan agenda setting apa, kemudian dari mana mengutus siapa itu silakan,” jelasnya.

Dia mengatakan, ketua MPR nanti harus diberikan tanggung jawab untuk menyusun agenda yang sudah disepakati oleh para pimpinan partai politik. “Jadi prinsip musyawarah yang seharusnya lebih dikedepankan di sini bukan soal kuat-kuatan kepentingan dari masing-masing partai politik. Partai politik selesai di DPR tetapi di MPR kita bicara soal kebangsaan,” pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Revisi UU ASN, Baleg DPR - MenPAN&RB Gelar Rapat Pekan Depan


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler