jpnn.com, NGAWI - Tenaga honorer K2 (kategori dua) Kabupaten Ngawi, Jatim, menggelar aksi unjuk rasa, Selasa (25/9), menuntut rekrutmen CPNS 2018 dibatalkan.
Rekrutmen calon abdi negara itu dinilai tidak adil karena honorer K2 usia di atas 35 tahun tidak diberi kesempatan ikut tes. “Tolak rekrutmen CPNS baru,’’ kata Didik Kuntono, ketua Forum Tenaga Honorer K2 Ngawi.
BACA JUGA: Guru Honorer K2 tak Pernah Dianggap, Rp150 Ribu per Bulan
Puluhan tenaga honorer K2 melakukan aksi damai di Jalan Teuku Umar, tepatnya di depan pintu masuk Pendapa Wedya Graha Pemkab Ngawi. Massa yang datang sekitar pukul 08.00 langsung berorasi dan membentangkan poster berisi protes.
‘’Intinya kami menuntut pemerintah menyejahterakan tenaga honorer K2 dulu sebelum membuka rekrutmen CPNS,’’ ujarnya.
BACA JUGA: Honorer K2: Selama Ini Kami Kerja Kontrak dengan Upah Murah
Didik membeber jatah formasi CPNS Pemkab Ngawi tahun ini 420 kursi. Kuota eks tenaga honorer K2 hanya 34 kursi. Saat ini jumlah total tenaga honorer K2 di Ngawi masih 271 orang.
‘’Formasi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah justru memberi kesempatan lebih besar kepada fresh graduate untuk jadi PNS,’’ sergahnya.
BACA JUGA: Gubernur Anies Baswedan Penuhi Tuntutan Honorer K2
Padahal, ratusan tenaga honorer K2 sudah mengabdi bertahun-tahun. Apalagi, belum ada soulsi nasib mereka yang tidak memenuhi syarat jadi PNS tahun ini lantaran usia di atas 35 tahun. ‘’Kami minta aspirasi ini diperjuangkan hingga ke presiden. Itu harapan kami,’’ tekannya.
Rerata usia tenaga honorer K2 di Ngawi saat ini antara 40 hingga 53 tahun. Dari jatah formasi eks tenaga honorer K2 sebanyak 34 kursi itu pun maksimal hanya bisa terisi 31 kursi. Sehingga, tiga kursi sisanya hangus karena tidak ada yang memenuhi persyaratan.
Perwakilan tenaga honorer K-2 juga hearing dengan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Ngawi untuk mencari solusi terkait nasib mereka ke depan. Namun, Didik kurang puas dengan hasilnya. Sebab, tidak satu pun keinginan mereka terpenuhi.
Termasuk tuntutan pembatalan rekrutmen CPNS dan pengangkatan mereka jadi PNS tanpa tes dan syarat. ‘’Semua aspirasi kami mentok di aturan,’’ ujarnya.
Usai hearing dengan BKPP, sedianya perwakilan tenaga honorer K-2 ingin menemui Bupati Ngawi Budi ”Kanang” Sulistyono. Tapi, keinginan itu pupus lantaran bupati sedang dinas luar. Akhirnya mereka bergeser mendatangi gedung DPRD setempat untuk mengadukan nasib dan menyampaikan tuntutannya.
Jika tidak ada respons positif atas aspirasinya, Didik akan memikirkan untuk mengerahkan massa lebih besar. Namun, mereka tidak akan mogok mengajar. Menurut dia, sebagai seorang guru tetap harus bisa menjaga etika. ‘’Tugas mengajar harus tetap jalan meskipun perjuangan kami belum ada hasilnya,’’ tegasnya.
Aksi kemarin juga diikuti perwakilan guru berstatus latihan kerja (latker). Tuntutan mereka hampir sama, bisa diangkat jadi PNS. Tapi, jika belum bisa, mereka berharap status diperjelas. Sebab, setelah gelombang tenaga honorer K-2 2005 silam, mereka belum berstatus jelas. ‘’Kami sudah mengabdi lebih dari sepuluh tahun masih disebut latihan kerja,’’ kata Wiwin Sunarti, perwakilan Latker Ngawi.
Menurut Wiwin, setelah dikeluarkannya PP Nomor 48/2005, sudah tidak ada lagi pengangkatan tenaga honorer. Padahal, kenyataannya hampir semua lembaga pendidikan butuh. Mereka hanya diangkat kepala sekolah dengan status latker.
Status itu berpengaruh pada kesejahteraan lantaran tidak diakui sebagai tenaga honorer daerah juga tidak bisa ikut sertifikasi. ‘’Paling tidak bisa diangkat honorer dengan SK bupati, kalau belum bisa jadi PNS,’’ pintanya.
Wiwin mengungkapkan ada sekitar 1.000 tenaga latker di Ngawi. Terutama di lembaga pendidikan SD dan SMP. Rata-rata pengabdian mereka lebih dari sepuluh tahun. Honor guru latker jenjang SMP, rata-rata sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Sedangkan SD, diperkirakan lebih rendah. ‘’Kami minta status kami diperjelas, kalau bisa diangkat jadi PNS,’’ tuntutnya.
Kepala BKPP Ngawi Yulianto Kusprasetyo mengaku sulit mewujudkan tuntutan tenaga honorer dan latker. Sebab, selain kewenangan pemerintah pusat, proses dan tahapan rekrutmen sudah dipublikasikan. Sehingga tidak mungkin dihentikan. ‘’Sudah tentu banyak yang protes kalau rencana ini dihentikan. Jadi, tidak mungkin dicabut lagi,’’ tegasnya.
Pun tuntutan tenaga honorer diangkat jadi PNS tanpa tes dan syarat. Sebab, aturannya sudah jelas baik di undang-undang maupun peraturan pemerintah. Yulianto menyampaikan pemerintah pusat sudah memikirkan solusi untuk mereka. Yakni, mengangkat eks tenaga honorer K2 jadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). ‘’Tapi, peraturan pemerintahnya belum terbit,’’ jelasnya.
BACA JUGA: Guru Honorer K2 tak Pernah Dianggap, Rp150 Ribu per Bulan
Soal permintaan honor dari daerah, Yulianto minta agar perwakilan tenaga honorer K2 menyampaikan aspirasi tertulis. Dia berjanji bakal menyampaikannya kepada bupati. Namun, dia belum bisa memastikan bisa diwujudkan atau tidak. ‘’Tadi sudah kami sampaikan dan mereka juga akan mengirim surat langsung ke bupati,’’ ungkapnya. (tif/c1/sat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Tuntutan Honorer K2, Dua Khusus DKI Jakarta
Redaktur & Reporter : Soetomo