Ketua KPU: Surat-menyurat Nurpati Tak Sesuai Prosedur

Kamis, 03 November 2011 – 18:58 WIB
JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Abdul Hafiz Anshary menilai proses surat-menyurat antara politisi Demokrat, Andi Nurpati dengan terdakwa kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK), Mashuri Hasan, tidak sesuai prosudur di KPU.

Andi Nurpati yang pernah menjabat sebagai Komisioner KPU diketahui pernah berkirim surat dengan Mashuri Hasan yang kala itu sebagai juru Panggil MK, untuk mempertanyakan putusan MK tentang Pemilu Legislatif Daerah Pemilihan (Dapil) I Sulawesi Selatan (Sulsel)Namun, dalam prosesnya,  surat jawaban dikirim melalui faks oleh Mashuri yang belakangan diketahui merupakan surat palsu MK.

Karenanya, Abdul Hafiz menilai  proses surat-menyurat tersebut ilegal karena tidak melalui kesejeknan KPU

BACA JUGA: RI Terbanyak Korban Perdagangan Manusia

"Seharusnya surat masuk ke TU lalu masuk ke staf saya, lalu saya disposisi tergantung kemana
Dalam kasus ini, disposisi ke Sekjen, Biro Hukum, baru ke Komisioner, ke bersangkutan," Kata Abdul Hafiz  saat bersaksi dalam kasus surat palsu MK untuk terdakwa, Mashuri Hasan di PN Jakarta Pusat, Kamis (3/11).

Komisioner KPU, menurutnya, bisa saja menerima surat langsung dari seseorang, namun melalui prosudur yang ada, yaitu komisioner tersebut harus memberikan surat pada Keseretariatan KPU

BACA JUGA: Denny: Moratorium Remisi Tak Melanggar HAM

"Surat bisa diterima di mana saja, tetapi itu masuk ke sekretariatan
Di sana ada pengkajian, ada biro terkait untuk mengkaji palsu atau tidak," jelasnya.

Dalam dakwaan Mashyuri diketahui, Andi Nurpati pernah menerima dua surat dari MK yang merupakan jawaban atas permintaan penjelasan KPU terkait sengketa kepemilikan kursi Daerah Pemilihan (Dapil) I Sulawesi Selatan (Sulsel)

BACA JUGA: Kejaksaan Gantung Izin Pemeriksaan 9 Kepala Daerah

Surat pertama diterima Andi, pada tanggal 14 Agustus 2009, difax oleh Mashyuri Hasan, dan menerima surat lainnya dalam substansi yang sama pada tanggal 17 Agustus 2009, diantar langsung oleh Mashuri Hasan, dan seorang rekannya di MK ke Andi di studio Jak TV.

Belakangan,  surat tertanggal 14 Agustus 2009 itu diketahui merupakan surat palsu, karena kendati ditandatangani oleh Panitera MK kala itu, Zaenal Arifin Hoesin, dan berstempel resmi MK, substansi isi surat tak sesuai dengan putusan MKSementara, MK menilai surat yang asli adalah yang dikirimkan pada tanggal 17 Agustus 2009Hal itu diketahui MK setelah KPU melalui rapat plenonya yang diketuai oleh Andi Nurpati, menetapkan Dewi Yasin Limpo dari Hanura sebagai yang berhak kursi DPR dari Dapil I Sulsel.

Seharusnya yang berhak untuk kursi tersebut berdasarkan putusan MK dalam sengketa kepemilikan kursi Dapil I Sulsel, adalah Mestariani Habie, dari GerindraSaat memimpin rapat pleno penetapan Dewi Yasin Limpo sebagai pihak pemenang kursi DPR Dapil I Sulsel, Andi menggunakan surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus 2009, kendati Ia juga sudah mengantongi surat MK tertanggal 17 Agustus 2011.

Setelah kasus ini terkuak, Andi Nurpati mengaku kepada ketua KPU ada dua surat balasan dari MK tertanggal 14 dan 17, surat tertanggal 17 yang dia kira adalah palsu karena tidak berstempel resmi MKKPU akhirnya menggelar rapat pleno untuk merevisi hasil rapat pleno sebelumnya yang menetapkan Dewi Yasin Limpo sebagai pemilik kursi DPR Dapil I Sulsel, dan menetapkan  Mestariani Habie sebagai pemilik yang sah(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Moratorium Remisi Terus Dikritisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler