Ketua Lemkaji MPR Sebut Pendidikan Nasional Belum Ideal

Selasa, 24 Oktober 2017 – 13:52 WIB
Forum Round Table Discussion Lembaga Pengkajian MPR RI 2017 di Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10). Foto: MPR

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI Rully Chairul Azwar menilai pendidikan Indonesia harus mendapat perhatian lebih serius.

Menurut dia, masih banyak masalah yang membuat tingkat daya saing Indonesia di tingkat regional dan global belum memuaskan.

BACA JUGA: Anggota MPR: Hukum Mati Koruptor!

Meski begitu, dia juga mengakui banyak kemajuan yang dicapai dalam sektor pendidikan.

Dia mengatakan, peringkat daya saing sesuai hasil riset World Economic Forum belum lama ini memperlihatkan posisi Indonesia yang menurun pada 2015-2016. 

BACA JUGA: Puluhan Guru PPKN Kabupaten Kendal Mendatangi MPR

Indonesia berada di peringkat 37 dari 138 negara. Pada 2016-2017, posisi Indonesia turun ke urutan 41. 

Indonesia di bawah negara serumpun seperti Singapura yang ada di urutan kedua, Malaysia (18), dan Thailand (32).

BACA JUGA: Gejala Serangan Jantung yang Harus Anda Ketahui

“Di samping itu, data Unicef tahun 2016 menunjukkan sebanyak 2,5 juta juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan.  Tidak berlanjutnya pendidikan ini sebagian besar dipicu oleh faktor ekonomi. Namun, terdapat juga faktor kultur yang membuat anak Indonesia dan orang tuanya tidak tertarik pada pendidikan di Indonesia di sekolah,” terangnya dalam forum Round Table Discussion Lembaga Pengkajian MPR RI 2017 di Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10).

Rully menambahkan, menurut laporan Bank Dunia pada World Development Report, Indonesia membutuhkan waktu 45 tahun untuk mengejar ketinggalannya dari negara-negara, khususnya bidang literasi.

Sedangkan dalam bidang science, Indonesia membutuhkan 17 tahun untuk mengejar ketertinggalan.

“Berdasarkan kondisi semacam itulah lembaga pengkajian MPR RI melakukan pengkajian atas topik ini,” kata Rully.

Menurut Rully, dalam dunia pendidikan Indonesia,  biaya sekolah relatif makin mahal.

Selain itu, ketersediaan prasarana guru dan mutu pendidikan relatif belum merata di seluruh tanah air.

Program wajib belajar sembilan tahun berjalan. Namun, praktik di lapangan bisa berbeda.

Dia juga menyoroti Kartu Indonesia Pintar dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang gencar dilakukan pemerintah.

Menurut dia, semua kendala tersebut harus benar-benar diperhatikan secara lebih serius.

Pasalnya, konstitusi sangat tegas dan lugas memperhatikan soal pendidikan. 

Alinea keempat pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa salah satu misi pembentukan pemerintah negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Hal yang sama juga tertuang dalam batang tubuh UUD NRI Tahun 1945 pada Bab 13 tentang pendidikan dan kebudayaan, khususnya pasal 31 yang terdiri dari lima ayat.

Di sana disebutkan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk menumbuhkembangkan peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang beriman dan bertakwa, berbudi pekerti luhur, menguasai pengetahuan dan keterampilan sehat jasmani dan rohani, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan yang tinggi.

Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie dalam pengarahan pada diskusi khusus lembaga kajian Agustus lalu mengatakan, pendidikan merupakan proses pembudayaan yang menghasilkan sumber daya manusia terbarukan.

Muatan pendidikan saat ini harus beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya.

“Diharapkan dalam acara Round Table Discussion 2017 bisa terhimpun sejumlah pemikiran mengenai beberapa persoalan utama soal pendidikan. Antara lain, terkait pasal 31 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 tentang akses pendidikan yang menjadi hak warga negara sejauh mana ini sudah dapat diwujudkan,” tegas Rully. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... HNW: Santri Berperan Besar Memerdekakan Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR  

Terpopuler