Ketua MPR: Aksi Ramah Bukan Berarti Lemah

Kamis, 01 Desember 2016 – 15:16 WIB
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan berorasi di acara HUT Ke-86 Al Jam'iyatul Wasliyah, di Teater Sasono Langen Budoyo, TMII Jakarta, Jumat (2/12). Foto: Humas MPR

jpnn.com - JAKARTA - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan didaulat untuk berorasi  di acara HUT Ke-86 Al Jam'iyatul Wasliyah, di Teater Sasono Langen Budoyo, TMII Jakarta, Jumat (2/12).

Kesempatan tersebut dimanfaatkan Zulkifli untuk menyampaikan tema soal memperkuat rasa kebangsaan, sebagai bagian dari sosialisasi  Empat Pilar MPR RI.

BACA JUGA: Antisipasi FTF dan Hate Speech, Dorong Segera Buat Instrumen Hukum

Dalam orasi kebangsaannya, Ketua MPR mengupas Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.  

Menurutnya, Pancasila ada dalam diri umat Islam Indonesia.

BACA JUGA: Agenda Reforma Agraria KLHK

Pancasila digali oleh pendiri bangsa Indonesia dari nilai-nilai keagamaan yang dianut rakyat Indonesia serta nilai-nilai ke Indonesiaan yang memang sudah ada dalam diri rakyat Indonesia.

Dalam Pancasila ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Seluruh rakyat Indonesia adalah rakyat yang bertuhan.  

BACA JUGA: Kubu Ahok Klaim Tidak Intervensi Penegak Hukum

Seluruh sikap dan perilaku rakyat Indonesia harus memancarkan cahaya Illahi, cahaya Ketuhanan terutama dalam perilaku para pemimpin.

"Saat aksi super damai tanggal 2 Desember adalah implementasi rasa Ketuhanan yang sangat tinggi.  Saya terharu sekaligus bangga sebagai umat Islam Indonesia. Luar biasa sekali.  Indah sekali, mereka membela agamanya dengan ibadah dan kedamaian dan keramahan.  Mereka tunjukkan bahwa ramah bukan berarti lemah dan bukan bukan berarti bisa seenaknya diinjak-injak," katanya.

Diungkapkan Zulkifki Hasan, umat Islam peserta aksi damai adalah rakyat yang Pancasilais sebab mereka membela agama yang telah dinistakan.  

Yang tidak Pancasilais adalah orang yang menistakan agama, menistakan Ketuhanan.  

Dalam Pancasila tidak boleh satu sama lain saling menista agama lain.

Persatuan rakyat Indonesia akan terusik jika ada pihak yang seenaknya melakukan  penistaan terhadap agama orang lain.  

Jadi jika ada yang menyebut bahwa aksi besar menuntut penista agama itu mengancam NKRI, itu salah besar. Yang menista agamalah yang mengancam NKRI.

Dalam Pancasila, lanjut Zulkifli,  ada sila Persatuan Indonesia. Artinya kita bersatu, jika rakyat ada yang tidak berdaya, tidak mendapatkan haknya sebagai warga,  maka negara harus hadir membela dan berada di pihak rakyat.

"Kepentingan rakyat harus diutamakan misal soal tenaga kerja, harus mementingkan menyerap tenaga kerja Indonesia, jangan asing, itu tidak nasionalisme.  Begitu juga dengan kekayaan alam. Bung Karno pernah bilang, “kalau kalian belum bisa menggali tambang kekayaan alam Indonesia, tunggulah sampai anak cucu kita bisa”.  Itulah nasionalisme. Kepentingan rakyat tidak bisa dikompromikan. Semua harus untuk kesejahteraan rakyat," tandasnya. (adv/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Tak Ditahan, Advokat GNPF-MUI Datangi Jampidum


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler