jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengakui tidak mudah melakukan amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Menurut dia, ketika bicara amendemen, pasti akan menghadapi badai yang luar biasa serta banyak pertentangan.
“Banyak yang takut dan kebablasan ke mana-mana,” kata Bambang dalam diskusi Empat Pilar MPR “Refleksi Akhir Tahun MPR 2019” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12).
BACA JUGA: Bamsoet Ungkap Enam Aspirasi Rakyat Terkait Amendemen UUD
Dalam kesempatan itu, legislator Partai Golkar yang karib disapa Bamsoet ini menegaskan bahwa parlemen tidak pernah mengaspirasikan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. “Saya tegaskan kembali karena kemarin kami di parlemen seolah-olah dihakimi bahwa ada aspirasi tiga priode, saya katakan dengan tegas tidak ada,” ujar mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu.
Bamsoet menegaskan bahwa pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat dan maksimal dua periode merupakan yang sudah baik. “Ini patut dipertahankan,” katanya.
BACA JUGA: Jazilul Fawaid: MPR Serap Aspirasi Terkait Amendemen Konstitusi
Ia menambahkan MPR 2019-2024 juga menindaklanjuti rekomendasi periode sebelumnya. Dia menjelaskan, dalam rekomendasi itu tidak hanya untuk menghadirkan pokok-pokok haluan negara. Ada pula soal penguatan dan penataan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kekuasaan kehakiman, mempertegas sistem presidensial, menata sistem hukum dan peraturan perundang-undangan dengan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. “Itu antara lain rekomendasi yang diberikan oleh MPR priode lalu kepada kami,” ujarnya.
Bamsoet mengatakan sebagian besar elemen masyarakat yang disambangi pimpinan MPR dalam Silaturahmi Kebangsaan setuju adanya pokok-pokok haluan negara. Salah satunya, kata dia, Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang setuju perlunya haluan negara agar bangsa ini punya penataan dan perencanaan jauh ke depan.
BACA JUGA: MPR Pastikan Amendemen Konstitusi Masih Tahap Sosialisasi
Menurut dia, perencanaan itu bukan hanya untuk 10 tahun, tetapi satu abad yang akan datang. Hal ini supaya presiden yang akan memimpin punya arah, peta jalan ke mana bangsa ini akan dibawa yakni ke satu tujuan negara kesejahteraan dan berkemajuan,
“Karena itulah kira-kira tujuan pentingnya kita memiliki haluan negara. Sebab, kalau tidak maka tidak jaminan juga setiap presiden yang terpilih nanti bisa meninggalkan legacy yang diteruskan oleh presiden berikutnya,” katanya.
Ia menegaskan kalau pokok-pokok haluan negara dihadirkan dalam bentuk UU, maka rentan dimentahkan oleh presiden berikut. Misalnya, UU itu bisa dimentahkan dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu. Karena itu, ujar dia, perlu dipikirkan bagaimana memiliki perencanaan jangka panjang seperti di Singapura, Tiongkok, dan sebagainya.
"Sementara kita belum punya. Kita masih bertentangan antara bupati yang satu dan yang lain, gubernur satu dengan lainnya dan belum ada sinkronisasi. Padahal kita NKRI, tetapi pembangunannya masing-masing, tidak ada yang sinkron," katanya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy