Ketua MPR: UUD NRI 1945 Bukan Kitab Suci

Rabu, 18 Agustus 2021 – 20:14 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo pada acara Peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke- 76 MPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (18/8). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia atau UUD NRI 1945 bukanlah kitab suci. 

Oleh karena itu, ujar dia, tidak boleh dianggap tabu apabila dilakukan penyempurnaan. 

BACA JUGA: Tak Relevan di Masa Pandemi, Amendemen Malah Buka Peluang Pemilihan Presiden Oleh MPR

Terlebih lagi, kata Bambang, konstitusi terus berkembang sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat. 

"Secara alamiah, konstitusi akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya," ujar Bambang dalam pidato peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke-76 MPR RI di gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).

BACA JUGA: Habib Aboe: Rakyat tengah Berduka, Jangan Bahas Amendemen dan Masa Jabatan Presiden

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menceritakan pada masa sebelum reformasi, UUD 1945 sangat dimuliakan secara berlebihan. Menurutnya, pemuliaan itu terlihat dari tekad MPR untuk melaksanakannya secara murni, dan tidak berkehendak untuk melakukan perubahan.

Misalkan ada keinginan untuk mengubahnya, Bamsoet menyebut harus melalui referendum. 

BACA JUGA: Bicara Pentingnya PPHN, Bamsoet Pastikan Tak Ada Agenda Penambahan Masa Jabatan Presiden

Hal itu ditegaskan oleh Ketetapan MPR RI Nomor: IV/MPR/1983 tentang Referendum.

Bamsoet menuturkan seiring dengan datangnya era reformasi pada pertengahan1998, muncul arus besar aspirasi masyarakat yang menuntut dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945.

MPR pun segera menyikapinya dengan terlebih dulu mencabut TAP MPR RI Nomor: IV/MPR/1983 tentang Referendum melalui Ketetapan MPR RI Nomor: VIII/MPR/1998.

"Pencabutan ketetapan MPR tersebut memuluskan jalan bagi MPR hasil Pemilihan Umum 1999 untuk menindaklanjuti tuntutan masyarakat yang menghendaki perubahan UUD," ujarnya. 

Bamsoet mengatakan respons yang sama saat ini sedang ditunggu masyarakat yakni menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Menurut dia, PPHN dibutuhkan sebagai pengarah bangsa ke depan.

"Sehingga Indonesia tidak seperti orang yang menari Poco-Poco. Maju dua langkah mundur tiga langkah. Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa pemimpin kita dalam 20  tahun hingga 50 tahun ke depan," kata Bamsoet. (ddy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : Boy
Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler