Tak Relevan di Masa Pandemi, Amendemen Malah Buka Peluang Pemilihan Presiden Oleh MPR

Rabu, 18 Agustus 2021 – 19:33 WIB
Tangkapan layar akademisi Fakultas Hukum dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat Feri Amsari. ANTARA/ Muhammad Zulfikar

jpnn.com, JAKARTA - Mengubah UUD hanya demi memberi MPR kewenangan untuk menetapkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dinilai sebagai tindakan yang tidak perlu. Pasalnya, tidak ada kebutuhan mendesak atau urgensi yang mendasarinya.

Rencana amendemen itu justru membuka peluang presiden dipilih MPR seperti pada masa sebelum reformasi.

BACA JUGA: Habib Aboe: Rakyat tengah Berduka, Jangan Bahas Amendemen dan Masa Jabatan Presiden

"Jika disimak karena kondisi saat ini sedang pandemi tidak ada relevansi. Atau tidak ada hal yang mendesak atau urgensi untuk melakukan penambahan kewenangan mpr terutama di isu kewenangan membentuk PPHN atau GBHN dengan nama baru" ujar pakar hukum dari Universitas andalas Ferry Amsari, Rabu (18/08).

Ferry bahkan menduga pembahasan amendemen itu akan melebar. Meski pasal 37 UUD 1945 membatasi hanya membahas terhadap usul yang diajukan. Tetapi perlu diketahui dalam tata tertib MPR bisa sangat terbuka usul itu untuk masuk, sehingga bisa berkembang.

BACA JUGA: Saleh: Amendemen UUD 1945 Tidak Boleh Demi Tujuan Politik Sesaat

"Tidak ada kekuatan yang bisa mencegah mereka membahas lebih jauh. Bahkan di konstitusi juga tidak diatur kalau pembahasan di luar apa yang diusulkan apakah itu membuat konstitusi yang disahkan tidak sah atau tidak berlaku kan juga tidak," jelasnya.

Ferry menyakini amendemen Ini akan menjadi ruang permainan yang membuat pembahasan sangat melebar nantinya. Konsekuensinya, lanjutnya, MPR akan merasa dirinya sebagai lembaga tertinggi. Sehingga nantinya lembaga itu akan membuka ruang kekuasaan lebih jauh.

BACA JUGA: HNW Sindir Usulan Amendemen UUD 1945, Singgung Rumor Pemilu 2024 Diundur

"Bukan tidak mungkin akan mengembalikan pemilihan presiden melalui MPR, atau menambah kekuasaan-kekuasaan lain yang menurut saya bersebrangan dengan arah reformasi demokrasi yang sudah kita lakukan sebelumnya," tambahnya.

Ferry mengatakan jika MPR memiliki niat yang bak, seharusnya menggunakan hasil perubahan kelima UUD 1945 yang dibentuk l Komisi Konstitusi pada tahun 2002 untuk membuat draf perubahan kelima.

Menurutnya, banyak hal yang jauh lebih baik daripada perubahan keempat. jika itu yang dibahas, lanjut Ferry mungkin publik akanjauh menerima karena memang niatnya jauh lebih baik.

"Dibahas ya, MPR setuju tidak setuju saja. Jangan dibahas untuk kemudian mengembangkan kepada tujuan-tujuan yang ingin mereka lakukan secara politik," tegasnya.

Sebelumnya Ketua MPR Bambang Soestyo mengatakan telah berbincang dengan Presiden Joko Widodo soal rencana amendemen UUD 1945. Salah satu rencana perubahan terbatas ini adalah menyertakan pokok-pokok haluan negara atau PPHN.

Bamsoet, sapaan akrab Bambang, mengatakan PPHN ini akan diusulkan melalui Ketetapan atau TAP MPR. PPHN, yang dulu bernama GBHN, merupakan salah satu rekomendasi MPR periode 2014-2019. "amendemen konstitusi menambahkan satu ayat di Pasal 3 tentang kewenangan MPR membuat dan menetapkan PPHN," kata Bamsoet pada Sabtu, 14 Agustus 2021.

MPR menyampaikan rencana amendemen ini dalam pertemuan dengan Presiden di Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat, 13 Agustus 2021. Pertemuan ini membahas rencana pidato kenegaraan pada Senin, 16 Agustus 2021. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler