jpnn.com - JPNN.com JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Eddy Ganefo mengatakan pekerja profesional dan pengusaha mikro yang berpenghasilan tidak tetap belum mendapatkan kemudahan untuk bisa mengajukan kredit rumah.
Menurutnya, dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA), para pekerja informal yang berpenghasilan tidak tetap juga masih terabaikan. Makanya, ia mengusulkan agar perlu regulasi yang berpihak kepada para pengusaha mikro.
BACA JUGA: Pertamina Harusnya Utamakan Perusahaan Nasional
"Saya di RUU ini belum melihat mereka yang berpenghasilan tidak tetap katakanlah pekerja profesional seperti tukang becak, tukang panggul, perahu, atau pun tukang-tukang konstruksi yang berdasarkan ada borongan saja, itu saya lihat belum begitu diakomodir dalam UU ini," kata Eddy usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat di Gedung DPR RI, Senin (30/11).
Eddy yang juga Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) berharap agar pengusaha mikro seperti tukang baso, pisang goreng, martabak, hingga tukang mie diakomodir dalam RUU Tapera.
Dia mengatakan, para pengusaha mikro adalah kalangan pekerja yang tergolong mampu memiliki rumah. Namun, dalam pengajuan kepemilikan rumah mereka kerap terkendala administrasi lantaran tidak 'bankable'. Bahkan, ada beberapa dari mereka pun yang terpaksa harus menemui langsung pihak pengusaha rumahnya. Untuk itu Eddy berharap DPR dapat menerima usulannya.
BACA JUGA: Senator DIY Minta PLN Tagih Tunggakan Listrik Kantor Pemerintahan
"Kita berharap sebelum ini disahkan, ada feedback kepada kami apa yang sudah kita berikan ini apakah masuk atau tidak. Nanti baru bisa kita beri penilaian apakah UU ini layak disahkan atau tidak," katanya.
Pria yang menjabat ketua umum Kadin Periode 2015-2020 itu lebih lanjut menjelaskan poin lain yang diusulkan Eddy adalah soal pengawasan terhadap badan TAPERA ini sendiri. Ia menekankan jika pengawasan terhadap TAPERA ini harus ketat agar pelaksanaannya tidak menjadi bancakan para pemburu rente yang berebut duduk di kursi komisioner.
BACA JUGA: Cihuy... Mulai 4 Desember, KAI Operasikan KA Tambahan
"Sebenarnya badan ini bagus sekali cuma kan UU-nya ini harus matang, harus di atur semua. Apa yang harus dia kelola, bagaimana dia bisa mengelola, siapa yang bisa mengelola, siapa yang mengawasinya, dan ini dibentuk untuk siapa, sumber daya dari mana itukan harus jelas. Karena tadi saya lihat pengawasannya itu dilakukan oleh BP TAPERA, dan diawasinya oleh BP TAPERA sendiri. Itu kan jeruk makan jeruk bahaya," terang Eddy.
Ia menegaskan, sepatutnya pelaksanaan TAPERA ini diawasi oleh komite yang membuat masukan dan kebijakan strategis lainnya, atau bisa juga dibuat badan lain.
"Pelaku asosiasi pun bisa saja dia diminta mengisi di kursi komite atau di komisioner juga seharusnya. Tapi tadi tidak ada. Itu hanya berkaitan dengan hukum, keuangan dan OJK. Bahkan itu bukan 'dan atau', tapi 'koma', itu kan artinya harus tiga-tiganya. Saya usulkan tadi 'dan atau', tapi ada satu tambahan mereka yang berpengalaman di penyediaan perumahan," tutur dia. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata, IHT Lebih Tinggi Sumbangan Pajaknya Dibanding Freeport
Redaktur : Tim Redaksi