jpnn.com, JAKARTA - Banyaknya kasus buruh migran Indonesia di luar negeri, terutama perempuan yang sulit mendapatkan keadilan, mendapat sorotan dari banyak kalangan.
Pemerintah yang seharusnya bisa melindungi setiap warga negara, dinilai belum komprehensif dalam mewujudkan perlindungan terhadap buruh migran. Hal ini terlihat dari sejumlah regulasi terkait perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.
BACA JUGA: 2019, Krisdayanti Berharap Melenggang ke Senayan
"Buruh migran telah menjadi Pahlawan Devisa karena terbukti mampu menyumbang USD 8 miliar setiap tahunnya. Tapi sayangnya, tidak sebanding dengan perlindungan terhadap diri mereka di luar negeri," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Pengusaha Berkarya Rahmat SH di peringatan Hari Buruh Migran Sedunia, Rabu (19/12).
Dikatakan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri, hanya sebatas memantau. Namun, tidak membantu melindungi penuh hak-hak dan derajat mereka sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Padahal, para buruh migran itu seharusnya berkedudukan sama di mata hukum menurut UUD.
BACA JUGA: Hari Juang Kartika, Rahmat: Jangan Lupakan Sejarah
Karena itru, Rahmat menyarankan, perlu ada organisasi berbentuk gugus tugas khusus untuk melindungi buruh migran, selain Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Organisasi itu harus mampu mencegah maraknya kejahatan terhadap buruh migran.
Termasuk, mengantisipasi jatuhnya vonis mati kepada para buruh migran. Sebab, lanjut dia, banyak buruh migran yang terjerat kasus hukum dan akhirnya divonis mati tanpa adanya dukungan hukum dari pemerintah Indonesia.
BACA JUGA: Spanduk Soeharto Tersebar, Bawaslu Tak Bisa Bertindak
Belum lagi, buruh migran yang sedang sakit, tapi tidak mampu membiayai mahalnya rumah sakit di luar negeri. Rumah sakit (RS) di luar negeri banyak yang bersikap "hampir seperti penculik". Mereka, kata Caleg DPR Partai Berkarya Dapil Sumsel II itu, ada yang menyandera para buruh migran, sebelum tagihan mereka dilunasi.
"Salah satu contohnya adalah tindakan mulia Ibu Titiek Soeharto yang berhasil memulangkan seorang buruh migran dari RS di Taiwan setelah selama 4 tahun tidak kunjung disembuhkan. TKI itu hanya dibiarkan menetap hingga ditebus atau dilunasi tagihan tersebut oleh keluarganya," jelas Rahmat.
Rahmat mengaku bangga dengan tindakan Partai Berkarya yang selalu memberi suri tauladan. "Bukan sekedar pencitraan," imbuhnya.
Sempat diberitakan, Siti Hediati Hariyadi SE atau Mbak Titiek Soeharto sukses memulangkan seorang buruh migran bernama Shinta Danuar dari Taiwan. Kabar baik itu disampaikan Mbak Titiek yang merupakan mantan istri Capres Prabowo Subianto, lewat akun Twitter-nya @TitiekSoeharto, pada Minggu (2/12) lalu.
Mbak Titiek yang tengah mengikuti Reuni 212 sejak subuh itu, berharap agar Shinta Danuar bisa lebih sehat karena bisa berkumpul dengan orangtua serta anaknya. "Alhamdulillah... saya bersyukur Shinta bisa kembali ke Indonesia berkumpul bersama kedua orangtua dan anaknya serta keluarganya. Mudah-mudahan Shinta di Indonesia lebih sehat, bisa berkumpul dengan orangtua dan anaknya," tulis Mbak Titiek.
Shinta Danuar sendiri adalah seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal DKI Jakarta di Taiwan, yang lumpuh dan sudah empat tahun terasing. Dia diketahui terserang virus di tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan dan infeksi serta menjalani perawatan di RS Pinghe Hsincu, Taiwan, sejak 31 Desember 2014.
Berkat kegigihan Titiek, kini Shinta tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Polri Sukanto Kramat Jati. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sandiaga Buka Tommy Soeharto Cup di Kebumen
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad