Ketum PB PGRI: Pendataan Guru Honorer untuk Cegah Manipulasi

Selasa, 20 Oktober 2015 – 00:41 WIB
Ketum PB PGRI Sulistyo. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistyo menyatakan, pihaknya memang telah memerintahkan para pengurus di daerah untuk melakukan pendataan ulang terhadap seluruh guru honorer, baik kategori satu (K1) maupun K2.

Sulistyo menjelaskan, pendataan itu penting guna menghindari adanya guru honorer bodong yang disusupkan dalam pengusulan pengangkatan menjadi CPNS.

BACA JUGA: Awasi MOS, Ortu Siswa Akan Dilibatkan

"Saya memang meminta dilakukan pendataan untuk mencegah jangan sampai ada permainan," terang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari dapil Jateng itu kepada JPNN kemarin (19/10).

Pernyataan pria bergelar doktor itu menanggapi reaksi sejumlah guru honorer Kota Medan atas datangnya surat edaran dari pengurus PGRI setempat pada 26 September lalu. Surat edaran dengan nomor 34/Org/PGRI-Medan/XX/2015 itu menerangkan akan melakukan pendataan ulang guru dan tenaga pendidikan honor K-I dan K-II dan guru honorer yang diangkat sejak tahun 2006 ke atas.

BACA JUGA: DPR Apresiasi Penambahan Anggaran TPG Non-PNS Kemenag

Oleh kalangan honorer, SE itu dianggap telat karena saat ini sudah mulai pemberkasan honorer menjadi CPNS. Bahkan, PGRI selama ini dianggap diam saja tatkala honorer  didzolimi dan baru bersuara ketika sudah ada kepastian pengangkatan honorer menjadi CPNS.

Terlebih lagi, SE itu juga meminta guru honorer yang belum bergabung dengan PGRI, diwajibkan mengurus kartu online dan membayar iuran tahun 2015 dengan total Rp195 ribu.

BACA JUGA: Catat! Tidak Ada Perubahan Kalender Akademik di Wilayah Asap

Sulistyo mengatakan, pendataan ulang dimaksud semata-mata untuk mencegah agar jangan ada oknum-oknum yang memanipulasi data honorer. Menurut pria kelahiran Banjarnegara, 12 Februari 1962 itu, biasanya menjelang pengangkatan honorer menjadi CPNS, ada oknum-oknum yang memanfaatkan situasi.

"Jangan sampai ada yang ngaku-ngaku ini loh honorer asli, padahal bodong, tidak memenuhi persyaratan," terang Sulistyo.

Sementara, terkait dengan guru honorer yang belum gabung ke PGRI dan harus bayar iuran jika mendaftar, menurut Sulistyo, hal itu wajar.

"Kalau tidak mau gabung PGRI juga tidak apa-apa. Kalau gabung bayar iuran, ya itu wajar. Namanya organisasi, iuran anggota itu hal yang wajar. Iurannya itu empat ribu rupiah per bulan," terangnya.

Dia juga menyatakan, pihaknya sering mengingatkan jajaran pengurus PGRI di pusat maupun di daerah, jangan sampai melakukan pengutan-pengutan yang membebani anggota. "Jangan ada manipulasi, jangan ada pungutan," pungkasnya.

Terkait anggapan PGRI selama ini tidak peduli nasib guru honorer, Sulistyo enggan komentar. Hanya saja, pantauan koran ini di Jakarta, selama ini Sulistyo termasuk tokoh yang paling lantang memperjuangkan nasib honorer agar bisa diangkat menjadi CPNS.

Bahkan, saat ada aksi unjuk rasa besar-besaran honorer K2 di depan gedung DPR pada 15 September 2015, Sulistyo berada di tengah-tengah massa, ikut menyuarakan tuntutan para honorer. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Minat Guru Ditugaskan di Daerah Terpencil Melonjak, Ini Angkanya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler