Ketum PRIMA Ajak Seluruh Rakyat Bersatu Melawan Oligarki

Senin, 27 September 2021 – 00:18 WIB
Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono (kedua kiri) bersama eks anggota DPR RI Nursuhud (kiri) saat konferensi pers bertajuk 'Sikap Bersama: Bersatu Melawan Oligarki' di Jakarta, Minggu (26/9). Foto: Dok. PRIMA

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono mengatakan oligarki membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Oligarki mengkhianati Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, oligarki adalah musuh bangsa dan negara Indonesia,” kata Agus saat konferensi pers bertajuk Sikap Bersama: Bersatu Melawan Oligarki di Jakarta, Minggu (26/9).

BACA JUGA: Oligarki Musuh Bersama

Untuk menyelamatkan bangsa dan negara, Agus menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia bangkit bersatu, mengorganisir diri, membangun poros politik baru anti-oligarki.

Sebab, kata dia, hanya dengan cara itu, kita akan menyelamatkan masa depan bangsa dan negara, dan menyelamatkan nasib hidup anak dan cucu kita.

BACA JUGA: DPP PRIMA Telah Siap Ikuti Verifikasi Parpol Peserta Pemilu 2024

Agus Jabo menambahkan PRIMA telah melakukan FGD bersama tokoh intelektual dan politisi pada 18 September 2021.

Ke depan, kata dia, akan merumuskan manifesto atau petisi dalam rangka melawan kekuatan oligarki.

BACA JUGA: Agus: PRIMA Siap Bersaing di Pemilu 2024

“Kami lagi mempersiapkan civil society biar lebih terorganisir karena yang dihadapi kekuatan politik dan ekonomi,” ujar Agus.

Sebelumnya, Focus Group Discussion (FGD) bertema “Membangun Poros Politik Anti-Oligarki”. Forum yang diinisiasi oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) ini menghadirkan puluhan tokoh, akademisi, dan perwakilan gerakan sosial.

Forum ini mencermati menguatnya oligarki dalam sistem politik Indonesia. Fenomena ini tampak pada kekuasaan politik yang makin dikendalikan oleh segelintir orang. Mereka menggunakan politik untuk makin mengonsentrasikan kekayaan di tangan mereka.

Pengajar Universitas Trisakti Nurhastuti K Wardhani mengatakan perbankan di Indonesia hanya dikuasai oleh 30 keluarga. Ada banyak lapangan usaha lain yang juga hanya dikuasai oleh segelintir pemain.

Menurut dia, kondisi ekonomi yang oligopolis ini tidak sehat bagi ekonomi nasional. Selain itu, karena oligarki menggenggam kekuasaan politik, maka kebijakan pun hanya mengabdi pada akumulasi dan konsentrasi kekayaan.

“Ini tampak pada kebijakan perpajakan yang tak berubah sejak 30 tahun terakhir,” kata Nurhastuti.

Dia menyebut hal ini juga tampak lahirnya kebijakan yang sekadar melayani kepentingan segelintir orang. Mulai dari revisi UU KPK, perubahan UU Minerba, dan lahirnya UU Cipta Kerja (Omnibus Law).

“Politik yang makin oligarkis ini juga makin tidak demokratis. Ini terbaca dengan ruang partisipasi politik yang makin menyempit,” ujar Nurhastuti.

Titi Anggraini dari Perludem menyebut oligarki hadir semacam “multiple barriers to entry” dalam perpolitikan Indonesia. Persyaratan parpol peserta pemilu merupakan yang paling rumit dan termahal di dunia.

Setelah lolos sebagai peserta pemilu, parpol masih berhadapan rintangan untuk bisa mendudukkan wakilnya di DPR, yaitu parliamentary threshold. Dengan ambang batas yang makin tinggi, makin sempit peluang parpol kecil dan parpol baru untuk masuk ke parlemen.

“Ruang politik yang sempit ini kemudian hanya diisi oleh mereka yang punya uang atau sumber daya lain yakni birokrat dan keluarga elite,” kata Titi.

Pakar Politik dari Universitas Al Azhar Ujang Kommarudin mengatakan oligarki harus dilawan dengan memberikan pemahaman publik bahwa oligarki menyengsarakan hidup mereka.

“Terkadang rakyat enggak sadar uang rakyat hilang Rp1-2 miliar karena bukan dari dompetnya padahal uang rakyat juga. Nah, kesadaran ini harus dilawan. Kalau tidak ada poros baru maka mereka akan leyeh leyeh karena menganggap tidak ada kekuatan rakyat,” kata Ujang.

Mantan anggota DPR RI 2009-2014 Nursuhud menegaskan masyarakat adil dan makmur tidak bisa tercapai jika oligarki masih mencengkeram di Indonesia.

“Satu negeri hancur karena infiltrasi dari luar. Negeri ini oligarki sempurna di semua sektor. Sektor politik sosial. Negeri ini di ambang kehancuran dan perlu penyelamatan dari oligarki,” tegas Nurshud.

Nursuhud mengingatkan aparatur negara diam-diam juga mendukung anti-oligarki. Jadi, gerakan melawan oligarki bukan gerakan pinggiran tetapi merata di seluruh negeri untuk menyelamatkan dari kehancuran.

Forum FGD Melahirkan Sejumlah Rekomendasi sebagai berikut:

1. Pembatasan atau limitasi rekrutmen politik dengan melarang kerabat dari pejabat yang sedang berkuasa untuk mencalonkan diri/menempati jabatan publik;

2. Pembatasan dan transparansi biaya kampanye parpol dari pihak ketiga, baik individu maupun badan usaha. Sebagai alternatifnya, kami mendorong pembiayaan parpol lewat APBN

3. Penghapusan Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold karena telah menyempitkan ruang partisipasi politik;

4. Pembatalan semua produk legislasi yang merugikan kepentingan publik, seperti revisi UU KPK, UU nomor 3/2020 tentang Minerba, dan UU nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.

5. Mendukung penguatan masyarakat sipil dan pembangunan wadah politik alternatif, 

6. Memperjuangkan sistem ekonomi dan politik baru yang lebih demokratis, menghargai HAM, lebih berkeadilan sosial, dan menghormati lingkungan;

7. Memandang perlu adanya sebuah konsolidasi yang lebih luas, yang melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil, untuk menghadapi dominasi oligarki.(fri/jpnn)

Peserta Focus Group Discussion (FGD) dan yang mendukung seruan ini:

1. Dr. Ujang Komarudin, M.Si

2. Nurhastuty K Wardhani, PhD

3. Titi Anggraeni, Perludem

4. Poempida Hidayatulloh

5. Iwan Nurdin, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

6. Yayan Hidayat, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

7. Melissa Kowara, Extinction Rebellion (XR)

8. Gede Sandra, Universitas Bung Karno (UBK)

9. Mayjen TNI (Purn) Gautama Wiranegara, Ketua MPP PRIMA

10. Agus Jabo Priyono, Ketua Umum PRIMA

11. Dominggus Oktavianus, Sekretaris Jenderal PRIMA

12. Lukman Hakim, Waketum PRIMA

12. Binbin Firman Tresnadi, Mahkamah Partai PRIMA

13. AJ Susmana, Waketum PRIMA

14. Indarti, Pengurus DPP PRIMA

15. Siti Rubaidah, Ketua Umum Suluh Perempuan

16. Musdah Mulia, pendiri Yayasan Mulia Raya

17. Garda Sembiring

18. Nursuhud (anggota DPR RI 2009-2014)

19. Ahmad Rifai [Pimpinan Pusat Serikat Tani Nelayan]

20. Syamsudin Saman ( EN LMND)

21. Ma'ruf Asli Bhakti (Kornas Liga Eksponen 98)

22. Nursyahbani Katjasungkana SH, Ketua Pengurus Asosiasi LBH Apik

23. T. Kamal Sulaeman, Mantan Juru Runding RI dengan GAM

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler